REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemindahan Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat (PD), Angelina Sondakh, dari Komisi X DPR ke Komisi III DPR mengundang perdebatan. Di saat posisi Angie, panggilan Angelina, sebagai tersangka kasus Wisma Atlet, dia ditempatkan di komisi yang membidangi hukum.
Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah, langkah pemindahan ini menunjukkan arogansi Partai Demokrat dalam menjawab isu-isu mengenai kasus hukum yang melibatkan sejumlah kadernya. Partai Demokrat seperti menantang rakyat.
“Menurut saya arogan. Masak orang yang sudah dijadikan tersangka oleh KPK dijadikan mitra kerja KPK di DPR. Ini jelas Anas (Ketua Umum DPP PD, Anas Urbaningrum) menantang rakyat dan lebih dari itu dia juga menantang SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina PD), komisi pengawas dan dewan kehormatan PD, dengan keputusan pemindahan Angie ini,” jelasnya, Rabu (15/2).
Pernyataan Sekretaris Dewan Kehormatan dan Ketua Komisi Pengawas PD, TB Silalahi yang mengatakan bahwa telah memberi batas waktu satu minggu kepada DPP untuk menindak kader bermasalah diyakini Iberamsjah tidak akan dijalankan oleh DPP PD. “ Dengan langkah ini DPP telah mengesankan tidak akan menjalankan instruksi Dewan Kehormatan, batas waktu satu minggu tidak berarti apapun untuk DPP,” jelasnya.