REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR, Hajrianto Tohari, mengungkapkan saat ini banyak sekali pelanggaran-pelanggaran terhadap konstitusi yang dilakukan eksekutif. Pelanggarannya dilakukan dalam bentuk tidak dilaksanakannya konstitusi maupun pembiaran terhadap aturan konstitusi.
Untuk itu, kata dia, MPR sekarang tidak lagi memiliki kewenangan apapun untuk menindak pelanggaran-pelanggaran itu karena instrumen untuk itu semuanya ada di DPR. “Pelanggaran dan pengabaian terhadap UUD 1945 dan ketetapan MPR saat ini sudah dianggap sesuatu yang tidak apa-apa. Padahal ini melanggar sumpah dan masuk perbuatan tercela. Ini terjadi karena eksekutif yang melakukan pembiaran itu," katanya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Ahad (11/3).
Pelanggaran ini, lanjutnya, bisa ditarik ke Pasal 7 huruf a UUD 1945. Namun, sekali lagi, tambah Hajrianto, itu bukan kewenangan MPR. Mengenai konsekuensi pelanggaran itu, dia menilai bahwa hal itu sudah masuk ke wilayah keputusan politik.
“Karena itu keputusan politik, maka pertanyaannya itu mungkin karena kondisi ini belum cukup menjadi dorongan politik bagi anggota dewan untuk sampai pada Hak Menyatakan Pendapat. Mungkin pertanyaan anggota DPR selama ini sudah merasa terjawab oleh presiden karena apa yang terjadi salam ini bukan sebuah pelanggaran tapi hanya pengabaian,” tegasnya.