REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Selama ini di lingkungan kraton maupun Puro Pakualaman tidak pernah terjadi konflik soala pertanahan.
Hal itu dikemukakan Raja Kraton Yogyakarta dan Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X, pada wartawan di auditorium Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Selasa (20/3).
Menurut Sultan, selama ini tidak pernah ada konflik pertanahan termasuk yang disebut menyangkut nama Sultan Hamengku Buwono VII. ''Tanah Yogya ini, ya mestinya tanah pribadi Hamengku Buwono pada waktu masih Mangkubumi. Karena menang perang, pemberontakan bupati-bupati bisa dikalahkan, Mangkubumi dihadiahi tanah Yogyakarta. Jadi kan ini (tanah) pribadi,'' tutur Sultan.
Tanah Kraton sendiri telah dipilah dan dibagi-bagi dengan status tanah lembaga di bawah naungan Kraton atau tanah pribadi Kraton. ''Tanah kraton itu ada yang dikasihkan dan ada yang tidak dikasihkan. Jadi, kalau yang tidak dikasihkan, ya tetap tanah Kraton. Tidak ada istilah tanah HB VII, HB I, ya tidak ada. Kalau dianggap seperti itu ya ke pengadilan saja,'' tegas Sultan.
Pernyataan Sultan tersebut sekaligus juga menegaskan terkait desakan berbagai pihak termasuk Tim Asistensi RUUK DIY yang meminta pihak Kraton maupun Pakualaman segera menyelesaikan permasalahan pertanahan secara internal. Tim Asistensi menganggap jika persoalan pertanahan akan memengaruhi hasil pembahasan RUUK di DPR-RI.
Ketika diminta tanggapannya mengenai pembahasan RUUK di tingkat pusat yang telah melalui 31 kali pertemuan namun tetap belum menemukan solusi, Sultan menyerahkannya pada Presiden. Dia juga enggan menjawab kemungkinan adanya perpanjangan masa jabatan kembali, mengingat masa perpanjangan terakhir hanya menyisakan waktu sekitar tujuh bulan hingga Oktober mendatang.