Jumat 06 Apr 2012 19:37 WIB

Fikih Muslimah: Mengaqiqahkan Anak (1)

Rep: Syahruddin El-Fikri/ Red: Chairul Akhmad
Aqiqah (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Aqiqah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Anak adalah anugerah Allah yang diberikan kepada setiap umat manusia. Setiap orang akan berusaha keras untuk bisa mendapatkan anak untuk menjadi generasi penerus di kemudian hari.

Dan ketika mereka telah dilahirkan, dianjurkan bagi setiap Muslim untuk memberikan kepadanya nama-nama yang baik. Dan saat memberikan nama itu, sekalian disunahkan untuk menyembelih hewan berupa kambing sebagai aqiqahnya.

Aqiqah merupakan sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan) bagi mereka yang mampu. Menurut jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi'in, dan orang yang hidup setelah mereka, aqiqah disunahkan bagi anak laki-laki dan juga perempuan.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang anak yang baru lahir itu tergadai dengan aqiqahnya, maka semeblihkan kambing untuknya, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR Nasa’i, Abu Dawud, dan Ahmad).

Berapakah jumlah kambing yang harus dijadikan kurban aqiqah? Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Ada yang menyatakan cukup satu ekor untuk anak laki-laki, dan seekor pula buat anak perempuan. Namun adapula yang menyatakan dua ekor kambing untuk anak laki-laki, dan seekor kambing untuk anak perempuan.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia menceritakan bahwa, “Rasul SAW pernah mengaqiqahkan Hasan dan Husain, masing-masing satu ekor domba.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i, dan Tirmidzi).

Dari Ummu Karaz Al-Ka’biyah RA, "Aku pernah mendengar Rasul SAW bersabda, 'Bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang berdekatan (umur dan besarnya), sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing.”

Pendapat yang kedua ini lebih banyak disetujui para ulama, yakni dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan seekor untuk anak perempuan.

Adapun waktu melakukannya adalah pada hari ketujuh, ke-14, ke-21, atau ke-28. “Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke-14, dan atau ke-21.” (HR Baihaqi).

Lalu bagaimana kalau tidak mampu dan mampunya setelah sang bayi berusia lebih dari setahun, dua tahun, atau bahkan sudah dewasa?

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement