REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan sampai sekarang terdapat 49 terpidana korupsi yang belum dieksekusi oleh kejaksaan meski sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap.
"Dari 49 terpidana korupsi itu, 25 koruptor belum dieksekusi karena melarikan diri dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang dan 24 terpidana korupsi lainnya belum dieksekusi meski tidak melarikan diri," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Juntho, seusai bertemu dengan Jaksa Agung, Basrief Arief, di Jakarta, Selasa.
Tercatat terpidana korupsi yang paling banyak belum dieksekusi itu berada di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sebanyak 17 terpidana, Kejati DKI Jakarta lima terpidana, Kejati Jabar empat terpidana, dan Kejati Jatim empat terpidana.
Secara keseluruhan pihak kejaksaan dan pengadilan belum optimal dalam upaya pelaksanaan eksekusi para koruptor. Kondisi ini jika dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Dan memunculkan kesan negatif penegak hukum lemah atau bahkan sangat kompromis terhadap koruptor," katanya. Berdasarkan hal itu maka Kejagung dan Mahkamah Agung perlu membuat kebijakan khusus di internal masing-masing atau Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk menyelesaikan persoalan eksekusi koruptor sebagai dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi.
ICW juga meminta kejaksaan segera mengeksekusi terhadap para koruptor dan uang pengganti perkara korupsi yang telah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap tanpa kompromi.
ICW menginginkan agar sebelum proses eksekusi dilakukan, perlu dilakukan upaya-upaya hukum terhadap terpidana korupsi yang telah berkekuatan hukum untuk menghindari pelaku melarikan diri.
"Mengumumkan daftar nama koruptor yang sudah dieksekusi maupun yang masuk dalam daftar DPO," katanya. Kejaksaan juga diminta untuk melanjutkan proses perburuan terhadap koruptor yang berstatus DPO.