REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Direktur Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, menilai penempatan 2500 pasukan Marinir Amerika Serikat di Darwin, Australia berpotensi mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan lepasnya Papua.
"Bisa saja AS mendukung kemerdekaan Papua agar bisa mengontrol Freeport nya. Jadi kalau kita tidak cepat bergerak, maka 2500 pasukan tentara AS bisa mendukung Papua merdeka karena menurut informasi Organisasi Papua Merdeka (OPM) didukung gereja-gereja di Amerika," kata Syahganda saat diskusi tentang "Pangkalan Marinir AS di Darwin, Ancaman Bagi Kedaulatan Indonesia''.
Untuk menjaga kepentingan Pemerintah Amerika Serikat, maka tentu saja AS akan meningkatkan kekuatan dan keamanannya di sekitar wilayah Indonesia, khususnya yang berbatasan dengan Papua.
Pemerintah AS sebelumnya menyatakan penempatan pasukan Marinir AS di Darwin adalah untuk menjaga kawasan di Asia dari ancaman China dan Korea Utara. Seharusnya, kata dia, AS menempatkan pasukannya di atas wilayah Indonesia bukan malah di Australia yang lokasinya di bawah Indonesia dan dekat dengan Papua.
"Jadi kalau Australia dan AS itu mengklaim bahwa mereka adalah bagian dari Asia Pasifik dengan ikut mengamankan wilayah asia Pasifik, maka itu harus diwaspadai terhadap wilayah kita. Karena pada dasarnya mereka seolah-olah bersahabat dengan kita, tapi sebenarnya mereka adalah negara kolonialisme," tegas Syahganda.
Ia menduga penempatan Marinir AS di Darwin untuk menjaga rencana renegosiasi kontrak karya antara Indonesia dengan Freeport
"Jadi dengan adanya renegosiasi kontrak karya antara Indonesia dengan Freeport, maka menurut saya hal tersebut yang melatarbelakangi menempatkan pasukan AS di Australia," kata Syahganda
Syahganda juga menjelaskan, bahwa keberadaan pasukan AS di Darwin tersebut juga dikarenakan banyaknya desakan kepada pemerintah Indonesia untuk merenegosiasi kontrak karya Freeport oleh para aktivis dan tokoh-tokoh di Indonesia atas gejolak konflik di tanah Papua beberapa waktu lalu. "Dan banyaknya protes soal renegosiasi kontrak yang selalu diteriakan olah para tokoh Indonesia maka itu menjadi kekhawatiran bagi AS itu sendiri," paparnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap bahwa pemerintah Indonesia saat ini bisa lebih berani dan tegas terhadap politik bebas aktif yang menjadi panutan dalam menjalankan politik Internasionalnya seperti yang dilakukan oleh mantan Presiden Soekarno lantaran politik bebas aktif tidak hanya juga harus memiliki sikap untuk mengamankan kedaulatan Indonesia.
"Saran saya, kita harus memunculkan tokoh seperti Soekarno kalau Indonesia mau aman. Karena politik bebas aktif itu bukan tidak punya sikap. Soekarno menegaskan bahwa 'go to hell with your aid' terhadap AS. Jadi harus ada pemimpin yang tegas terhadap sikap politik luar negeri kita," ujarnya.