REPUBLIKA.CO.ID, NATUNA -- Nelayan Natuna seharusnya mendapat royalti dari ikan hasil tangkapan mereka. Nelayan bukannya harus menjadi buruh pabrik ikan apabila ada investor perikanan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
"Di luar negeri seperti Jepang, nelayan mereka sejahtera karena mendapatkan royalti dari ikan hasil tangkapannya. Ikan yang mereka tangkap itu tetap diakui sebagai hak milik sebelum masuk ke mulut orang yang memakannya," kata tokoh masyarakat nelayan Natuna, Rodhial Huda, di Ranai, Selasa.
Rodhial mengatakan royalti yang dimaksudnya adalah nilai jual ikan yang berkelanjutan. Nilai ikan tidak hanya sekali tangkap di laut lalu dijual ke investor. Jika hanya beli putus seperti itu, maka kesejahteraan masyarakat nelayan tidak akan tercapai.
"Kami bukan tidak setuju terhadap rencana pemerintah mengizinkan perusahaan asing menangkap ikan dan membangun pabrik di Natuna. Tetapi, masyarakat harus dilibatkan," katanya. "Kami tidak ingin nelayan lokal hanya menjadi buruh pabrik ikan. Tetapi, mereka tetap jadi nelayan yang juga memiliki keuntungan dari pabrik tersebut. Inilah royalti yang saya maksud.'
Jika jadi nelayan, maka mereka punya hak milik atas ikan hasil tangkapannya. Tetapi jika menjadi buruh pabrik ikan, maka hak kepemilikannya bakal hilang.