REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) siap untuk dipantau setiap kegiatannya selama melakukan kunjungan di Inggris. Hal ini disampaikan salah satu anggotanya Eva Sundari dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ketika menanggapi pernyataan dari Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK).
"Kami siap di-'scrutinize' (dipantu secara mendalam). Silahkan saja jika jadwalnya ingin diminta," ujar Eva mewakili badan yang merupakan salah satu alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut, Rabu (16/05) di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London. Menurutnya, BAKN akan sangat terbuka dengan masyarakat Indonesia di negara-negara tujuan kunjungan kerja mereka yaitu Inggris dan Belanda. Bahkan sebelum berangkat pun, badan yang baru dibentuk tahun 2009 itu juga membuka diri kepada media di Indonesia.
Tanggapan dari pihak BAKN ini merupakan respon langsung ketika Sekertaris Jenderal (Sekjen) PPI UK, Ramadhan Rizky P.H yang mewakili Ketua PPI UK menyampaikan beberapa pernyataan terkait kedatangan BAKN tersebut ke Inggris. Dalam pernyataannya PPI UK lebih cenderung bersikap membuka diri dan mencoba mengkritisi dengan meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan kunjungan BAKN ke Inggris, meminta klarifikasi agenda kegiatan BAKN selama di Inggris baik individu ataupun rombongan, meminta penjelasan tentang anggaran yang digunakan, dan meminta dibuka akses terhadap publik terkait dengan kunjungan kerja tersebut.
Dalam pernyataannya itu PPI UK juga akan mengeluarkan hasil evaluasi terhadap hasil audensi yang dilakukan bersama-sama dengan BAKN dan masyarakat Indonesia yang lain malam itu. "Kami ingin sekali menjadi partner BAKN dalam mensukseskan program kerjanya, dengan memberikan tanggapan dan/atau evaluasi setelah kegiatan audiensi ini berlangsung," kata Rizky.
Menanggapi beberapa pernyataan dari PPI UK tersebut, anggota BAKN yang lain pun angkat bicara. Yahya Sacawiria dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan bahwa kunjungan kerja ini adalah undangan dari parlemen Inggris dan Belanda. Pendanaan berasal dari bantuan USAID. "Jadi kita tidak pakai uang negara," ujarnya.
Selama di Inggris, Yahya mengaku bahwa jadwal kegiatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Inggris sangat padat sehingga sulit untuk mengatakan bahwa kunjungan kerja ini untuk jalan-jalan. Selain itu, untuk menjamin kredibilitas dan komitmen dari lima anggota BAKN yang ikut dalam kunjungan kerja itu, mereka diwajibkan untuk memberikan laporan kepada DPR setelah pulang nanti, dan laporan tersebut juga siap diberikan jika ada pihak-pihak lain yang meminta. "Dari Indonesia kita juga membawa wartawan," katanya untuk menekankan bahwa kegiatan mereka di Inggris selalu terpantau.
Lebih lanjut Yahya menjelaskan bahwa kunjungan kerja BAKN ke Inggris ditujukan untuk menimba ilmu dari negara-negara besar terkait lembaga serupa. Menurutnya, BAKN yang cenderung merupakan badan baru, harus mau belajar dari negara-negara lain. Sehingga pada akhirnya nanti BAKN dapat ikut berperan dalam mengurangi kerugian negara akibat penyelewengan dana dan juga hasil dari kunjungan ini diharapkan bisa memberikan masukan pada revisi Undang Undang MD3 terkait penajaman kewenangan BAKN.
Sejak memulai kegiatannya untuk belajar dan bertukar pengalaman di Inggris pada 16 Mei 2012 pagi, BAKN sudah mengunjungi Badan Pemeriksa Keuangan Inggris yang ternyata pernah mampu menyelamatkan dana negara sebanyak 1 Biliun Poundsterling. Hal ini terjadi karena adanya kewenangan pre-audit dari badan tersebut terhadap penggunaan dana oleh pemerintah. Metode-metode seperti inilah yang diharapkan oleh BAKN dapat dipelajari dan kemudian coba dicontoh untuk Indonesia.