REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) berencana mendatangi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meminta agar perusahaan penerbangan tersebut diaudit. "Kami akan meminta BPK untuk mengaudit Merpati, terkait dengan pernyataan pemegang saham bahwa perusahaan rugi sekitar Rp2 miliar per hari. kata mantan SVP Corporate Planning Merpati Ery Wardhana ketika dihubungi di Jakarta, Senin (21/5)..
Audit tersebut, ujarnya, juga sekaligus bisa menjawab alasan pencopotan Sardjono Jhony Tjitrolukito sebagai Direktur Utama Merpati, Erry menjelaskan bahwa pemeriksaan BPK terhadap Merpati untuk mengetahui secara persis soal perkembangan perusahaan, termasuk memberikan rasa keadilan baik bagi manajemen lama maupun manajemen baru perusahaan.
"Sedianya kami pagi tadi (Senin, 21/5) akan ke kantor BPK. Namun, kami harus melakukan koordinasi terlebih dahulu agar bisa bertemu dan diterima oleh pejabat BPK," ujarnya. Diketahui pada hari Senin (14/5) pekan lalu, Kementerian BUMN melalui Deputi Bidang Infrastruktur dan Logistik Sumaryanto Widayatin resmi mencopot Sardjono Jhony dan menggantikannya dengan Rudy Setyopurnomo yang sebelumnya baru menjabat sekitar satu bulan sebagai Komisaris Utama Merpati.
"Audit BPK ke Merpati merupakan hal yang wajar karena pencopotan Jhony patut dipertanyakan," ujarnya. Awalnya dikatakan Ery, pada tanggal 7 Mei 2012 terjadi pertemuan antara Jhony dan Deputi Sumaryanto, perwakilan Garuda Indonesia sebagai pemegang saham Merpati membahas kinerja keuangan yang memburuk.
Pada kesempatan itu, Jhony diberikan kesempatan untuk membela diri dalam waktu 14 hari sejak 7 Mei 2012. "Akan tetapi, sebelum Jhony membela diri, pemegang saham langsung mencopot jabatan Jhony dan menggantikannya dengan Rudy Setyopurnomo pada hari Senin (14/5)," ujarnya.
Akibat dari pencopotan tersebut sejumlah pejabat dan karyawan Merpati mengajukan pengunduran sebagai bentuk protes dari kesewenangan pemegang saham. Usai penunjukan Rudy Setyopurnom sebagai Pejabat Sementara menggantikan Jhony tersebut, Asisten Deputi Infrastruktur dan Logistik Timbul Tambunan mengatakan bahwa alasan pencopotan untuk memenuhi permintaan mundur Jhony.
Timbul juga menjelaskan bahwa pergantian di tubuh perusahaan penerbangan "pelat merah" itu terkait dengan kinerja keuangan Merpati yang terus mengalami kerugian sekitar Rp2 miliar per hari. Menurut Ery, alasan tersebut tidak tepat karena pada tahun 2011 manajemen lama dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) sesuai kondisi perusahaan masih menetapkan rugi usaha.
"Kondisi rugi itu karena dipicu oleh sejumlah hal. Makanya saya rasa isu rugi ini digembar-gemborkan ke eksternal, akan menyulitkan perusahaan ini berhubungan dengan pihak lain karena kepercayaan akan berkurang," kata Ery.
Diungkapkannya, pada tahun 2011, Merpati mencatat kerugian terbesar sepanjang sejarah perseroan, yakni rugi usaha sebesar Rp487,2 miliar, dengan total kerugian, termasuk di luar usaha Rp778,6 miliar. Kerugian ini diutarakan Ery karena pada tahun 2011 jumlah pesawat jet hanya 6--7 unit, padahal perseroan memprediksi perlu 12 unit jet belum termasuk MA-60 agar perseroan mendekati titik impas secara usaha.
Jika perusahaan ingin mencapai titik impas pada tahun 2011, kata dia, harus mengoperasikan 12 pesawat jet di luar MA-60 karena sampai saat ini belum optimal pengelolaannya atau merugi. "Hal itu disebabkan biaya kami sudah sangat tinggi yang sulit untuk diturunkan, maka cara untuk membuat untung adalah dengan mengoperasikan pesawat minimal 12 jet dengan load factor (keterisian penumpang) minimal 80 persen," kata Erry menjelaskan.