REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus segera merespon putusan Mahkamah Konstitusi terkait posisi wakil menteri. Sikap diam presiden akan menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat. "Presiden harus menonaktifkan jabatan wamen," kata Pengamat Birokrasi dan Administrasi Negara, Muhammad Nur Sadiq saat diskusi 'Posisi Wamen dan Komposisi Kabinet', Jum'at (8/6) di Kompleks Parlemen Jakarta.
Sadiq menyampaikan posisi wamen banyak menuai kritik karena tidak memiliki legalitas hukum dan fungsi yang jelas. Menurutnya keberadaan wamen membuat jalannya roda pemerintahan tidak berjalan efektif. Berlikunya kinerja birokrasi di tingkat kementeria membuat potensi korupsi anggaran semakin besar. "Kebijakan pemerintah harusnya bersifat efektif dan efisien dalam melayani masyarakat," katanya.
Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, Adi Warman menyampaikan Presiden harus segera memberhentikan wamen. Dia mengancam bila presiden tidak memberhentikan wamennya dalan waktu 3x24 jam, pihaknya akan segera mengambil langkah somasi. "Kita tunggu paling lambat sampai hari senin," katanya.
Menurut Adi, pascakeluarnya putusan MK para wamen seharusnya tidak lagi menjalankan tugas. Hal ini karena dalam halaman 81 Putusan MK tertulis 'semua keppres pengangkatan wamen perlu diperbarui agar menjadi produk yang sesuai kewenangan eksklusif presiden dan tidak lagi mengundang ketidakpastian hukum'. "Para wamen mestinya malu bila harus bertugas tanpa ada dasar hukum," ujarnya.