Rabu 13 Jun 2012 21:12 WIB

Tunisia Terapkan Jam Malam Pascakerusuhan

Rep: Lingga Permesti/ Red: Dewi Mardiani
satu tahun revolusi di Tunisia
Foto: ap
satu tahun revolusi di Tunisia

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Pemerintah Tunisia mengumunkan jam malam di delapan wilayah gubernuran, termasuk ibukota Tunis, Selasa (12/6). Kebijakan ini dilakukan guna memadamkan kekerasan setelah protes yang melibatkan kelompok Ultrakonservatif Salafi. Jam malam berlaku dari pukul 21.00 hingga 05.00. Jam malam ini yang pertama sejak pemerintah baru Tunisia di bulan November.

 

"Kekerasan dilakukan oleh kelompok kriminal yang merusak kedaulatan, properti publik dan swasta," kata seorang perdana mentri komunike, Ridha Kazdalli menurut kantor berita Afrique Press yang dilansir AP, Rabu (13/6). Jam malam diterapkan di Tunis, Ariana, Manouba, Ben Arous, Sousse, Jendouba, Monastir, dan Ben Guerdane.

Namun, petugas medis dan pekerja malam diperbolehkan melakukan aktivitas seperti biasa. Jam malam, kata Ridha, bersifat sementara dan akan segera dicabut setelah situasi membaik.

 

Pengumuman itu terjadi beberapa jam setelah kantor dan arsip jaksa penuntut umum dibakar. Kantor berita mengutip Kementerian Dalam Negeri, mengatakan 97 orang telah ditangkap sejak Senin malam setelah kerusuhan oleh kelompok tersebut.

"Menurut pernyataan pers kementerian, kelompok ini menghancurkan properti publik, kantor polisi dan menyerang polisi dan warga sipil.  Setelah itu, polisi Tunisia melepaskan gas air mata di tiga pinggiran ibukota Tunis untuk membubarkan para demonstran salafi. 

Insiden kekerasan ini adalah yang terbaru dalam serangkaian protes Islam radikal. Tujuh polisi terluka dan 90 orang ditangkap sejak kerusuhan pada Ahad. Kekerasan fokus pada pameran seni yang mereka sebut menyinggung Islam. Hal ini mencerminkan ketegangan yang lebih besar antara gerakan sekuler dan Muslim Ultrakonservatif.

Tunisia juga telah menahan para perusuh tersebut. "Orang-orang yang ditangkap akan diadili berdasarkan undang-undang anti-teror tahun 2003," kata pejabat pemerintah sehari setelah kerusuhan yang melukai 100 orang termasuk 65 polisi.

Sementara ultrakonservatif Salafi membantah terlibat dalam kerusuhan di beberapa daerah dari ibukota Tunisa. Menteri Kehakiman, Nourredine Bhiri, mengutuk aksi teroris dan berjanji bahwa yang bersalah akan membayarnya. "Ini adalah kelompok teroris yang telah kehilangan kontrol, mereka terisolasi dalam masyarakat," katanya.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement