REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL--Partai sayap kanan Belgia, Vlams Belang, berinisiatif mendidik imigran muslim untuk menjadi warga negara Eropa. Namun, inisatif itu justru mengundang kemarahan komunitas muslim.
Kemarahan itu dipicu lantaran komunitas muslim harus mematuhi panduan yang telah diberikan partai sayap kanan. Adapun salah satu isi panduan itu adalah setiap muslim yang menetap di kawasan Utara Belgia, diwajibkan menghabiskan waktu di rumah dan tidak beraktivitas setelah jam 10 malam.
Akhmed El Khannous, anggota parlemen dari Partai Sosialis, menilai panduan itu sama saja merendahkan martabat komunitas muslim. "Ketika tetangga saya membuat kebisingan sampai jam 3 pagi karena ia mabuk. Berarti saya harus memberikan buku panduan padanya bahwa ia dilarang menciptakan kebisingan setelah jam 10 malam," kata dia seperti dikutip onislam.net, Rabu (18/7).
Menurut Akhmed, buku panduan itu tidak memperlihatkan itikad baik dalam usaha mengintegrasikan komunitas muslim ke dalam masyarakat Belgia. "Terlalu banyak unsur rasis dalam hal ini. Jadi, maaf buku panduan ini tidak mendidik," ucapnya.
Nada tidak sependapat diungkapkan Deputi Walikota Brussel, Kate Serroukh. Ia menilai setiap imigran, termasuk kalangan muslim seharusnya menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat. Hal itu mendesak untuk dilakukan guna mempermudah proses integrasi. "Saya melihat tidak ada yang salah dengan buku pedoman itu," kata dia.
Menteri Integrasi Flemish, Geert Burgeois mengatakan buku pedoman ini menerapkan prinsip kesetaraan, kebabasan dan pencerahan kepada seluruh imigran. Disini, ada pemisahan antara gereja dan negara. "Tidak ada diskriminasi prinsip," kata dia.
Anggota parlemen dari partai Vlaams Belang, Philip Claeys menilai ketika imigran ingin menjadi warga negara Belgia, satu syarat utama adalah menguasai bahasa resmi negara ini. "Saya pikir orang yang datang ke negara ini sewajarnya beradaptasi karena ada niatan berintegrasi," katanya.
Populasi Muslim Belgia diperkirakan mencapai 450.000 jiwa. Setengah dari populasi berasal dari asal Maroko, dan sisanya 120 ribu berasal adalah dari asal Turki. Mereka umumnya menetap di Utara Belgia, yang berbahasa Belanda