Sabtu 04 Aug 2012 12:31 WIB

'Kasus Simulator SIM, Serahkan Semua ke KPK'

Rep: Aghia Khumaesi/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sejumlah Tim Penyidik KPK memeriksa dokumen di Kantor Korps Lalu Lintas Mabes Polri di Jakarta, Selasa (31/7). Pemeriksaan dokumen tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.
Foto: ANTARA
Sejumlah Tim Penyidik KPK memeriksa dokumen di Kantor Korps Lalu Lintas Mabes Polri di Jakarta, Selasa (31/7). Pemeriksaan dokumen tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Polemik kasus korupsi simulator SIM terus bergulir. Penanganan kasus melibatkan dua lembaga penegak hukum sekaligus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan terus disorot.

Anggota Komisi III DPR RI Saan Mustopa mengatakan kasus tersebut seharusnya diserahkan seluruhnya pada KPK.  “Saya kembali pada semula, biarkan kasus itu diambil alih KPK sehingga satu institusi yang memproses, menindaklanjuti dan mengungkap semua di mana letak kasus korupsi,”ujarnya, Sabtu (4/8).

Menurut dia jika satu kasus ditangani dua atau tiga institusi akan menghasilkan problem. Selain hasilny bisa berbeda, justru menimbulkan persoalan baru. 

Dia berpendapat meski, kasus itu sudah ditangani Polri pada awalnya, tetapi masih ada publik tidak tahu institusi Kepolisian yang menangani kasus ini. Karena, Publik hanya mengetahui bahwa KPK-lah yang menangani.

“Nah hendaknya memang dengan kasus yang sama harus ditangani satu institusi institusi polisi harus mengiklaskan kasus ini ditangani oleh kpk. Ada beberapa hal polisi harus legowo , agar kasus ini ditangani KPK, pertama ini juga untuk kebaikan institusi polisi sendiri,”tambah Saan. Bila polisi tetap ngotot, imbuhnya, publik akan berpikir polisi berkepentingan menutupi kasusnya hingga, persepsi pada institusi kepolisian semakin jelek.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement