REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Din Syamsudin mengkritik ketidakhadiran pemerintah dalam menyelesaikan konflik Sampang, Madura. Menurut Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah itu, pemerintah jangan hanya menggelar rapat kabinet setelah peristiwa terjadi.
"Harusnya bisa diantisipasi karena konflik seperti ini bukan pertama kalinya. (Presiden) SBY sebagai pimpinan tertinggi harusnya bisa lakukan konsolidasi intelijen, bukan malah mengungkapkan kelemahan intelijen kepada masyarakat. Lakukan evaluasi ke dalam disertai langkah-langkah konkret terhadap instansi terkait," tegas Din saat ditemui di acara Tausiah Silaturahim Idul Fitri 1433 Hijriah di Aula Universitas Islam Bandung (Unisba), Selasa (28/8).
Din juga menyesalkan sikap pemerintah yang seolah-olah lari dari tanggung jawab. "Jangan menyalahkan anak buahnya. Dalam manajemen kenegaraan, di negara lain sudah dipecat pada level yang harus bertanggung jawab," imbuhnya.
Pada kesempatan itu Din mengimbau kepada para ulama di Madura dan Jawa Timur agar bisa berfungsi sebagai penegah terhadap perbedaan keyakinan. "Di tingkat global dialog Sunni Syiah sudah dilakukan secara intensif. Harusnya di Indonesia juga demikian," sebut ulama 53 tahun itu.
Ulama kelahiran Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958 silam itu melanjutkan, "Jangan setelah terjadi konflik baru diadakan dialog seperti yang sempat diusulkan Menteri Agama (Suryadharma Ali). Padahal Menag sendiri pernah membuat pernyataan bahwa Syiah itu sesat, ini jelas memiliki andil di masyarakat," tandasnya.