Rabu 26 Sep 2012 17:52 WIB

Markas Militer Suriah Diguncang Dua Bom

 Sejumlah Tentara Pembebasan Suriah berlindung saat baku tembak dengan tentara pemerintah Suriah di sebuah jalan di distrik Amariya Aleppo, Suriah, Senin (10/9).    (Manu Brabo/AP)
Sejumlah Tentara Pembebasan Suriah berlindung saat baku tembak dengan tentara pemerintah Suriah di sebuah jalan di distrik Amariya Aleppo, Suriah, Senin (10/9). (Manu Brabo/AP)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Stasiun televisi Suriah mengatakan dua ledakan bom 'teroris' menghantam tempat dekat markas militer di Damaskus, Rabu (26/9). Televisi itu mengatakan kebakaran terjadi di Taman Umayad, tempat gedung tersebut terletak.

Ledakan-ledakan itu adalah perbuatan 'para teroris'-- satu istilah yang digunakan pihak berwenang mengscu pada pemberontak yang melancarkan aksi mereka untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.

Pada Selasa (25/9) kelompok oposisi Suriah meledakkan bom-bom di sebuah gedung yang diduduki milisi pro-pemerintah di Damaskus. Para aktivis mengatakan lebih dari 27 ribu orang tewas dalam pemberontakan 18 bulan terhadap Bashar.

Konflik Suriah yang semula berasal dari gerakan protes damai, meningkat mejadi perang saudara yang menurut utusan khusus PBB untuk Suriah Lakhdar Brahimi "sangat buruk dan semakin buruk." Ia mengatakan kebuntuan di negara itu dapat segera "menemukan satu keterbukaan", tanpa menjelaskan lebih jauh.

Damaskus bahkan menjadi medan tempur antara pasukan yang setia kepada Bashar dan para petempur oposisi. Dengan tidak ada prospek yang dapat diketahui dari sekarang bagi intervensi asing dan kebutuan diplomasi, pemberontak telah meningkatkan serangan dengan menggunakan bom-bom rakitan,berusaha keras menghancurkan lapangan agar tidak dapat digunakan jet-jet tempur, artileri dan tank-tank.

Pada sidang tahunan Majels Umum PBB di New York, Presiden Prancis Francis Hollande menggugah kelemahan internasional menyangkut krisis Suriah dengan menyerukan perlindungan PBB pada daerah-daerah yang dikuasai pemberontak untuk membantu menghentikan pertumpahan darah dan pelanggaran hak asasi manusia.

Amerika Serikat, sekutu-sekutu Eropa, Turki dan negara-negara Teluk Persia mendukung oposisi Suriah sementara Iran, Rusia dan Cina mendukung Bashar, yag keluarga dan etnik minoritas Alawi mengusai negara Arab itu selama 42 tahun.

Kondisi-kondisi kemanusiaan memburuk sementara aksi kekerasan meluas. Ketua Bulan Sabit Merah Arab Suriah, yang merupakan satu-satunya kelompok kemanusiaan di lapangan dalam konflik 18 bulan itu, mengatakan pihaknya sangat membutuhkan pasokan-pasokan.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement