REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Perlindungan Anak Indonesia berencana menemui Komisi Yudisial (KY) terkait pembatalan hukuman mati terhadap pemilik pabrik narkoba, Henky Gunawan, oleh Mahkamah Agung.
"Kita akan menemui pimpinan KY, besok (Kamis, 11/10)," kata Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Rabu.
KPAI, imbuh Niam, akan berkunjung bersama sejumlah elemen yang tergabung dalam Kaukus Masyarakat Peduli Anak Indonesia dari Kejahatan Narkoba yang terdiri dari KPAI, Perhimpunan Advokat Anak Indonesia, LPBH PBNU, Komisi Hukum MUI, Granat, Ikatan Pelajar NU,, Lembaga Studi Agama dan Sosial, dan Advokat Ikhsan Abdullah & Partners.
Menurut Niam, pihaknya akan mendorong investigasi terhadap perilaku hakim MA yang membatalkan hukuman mati bagi produsen narkoba, mengingat dampak buruk narkoba sangat nyata bagi anak-anak.
"KPAI dan Kaukus mendorong MA untuk mengusut lebih lanjut soal putusan tersebut, serta mendorong KY untuk melakukan investigasi kemungkinan ada perilaku hakim yang melanggar etika dan hukum," katanya.
Putusan MA yang membatalkan hukuman mati bagi produsen narkoba dinilai sebagai preseden buruk dalam pemberantasan kejahatan narkoba. "Jika putusan tersebut menjadi kebiasaan, bisa jadi ini langkah awal matinya generasi Indonesia, dan Indonesia menjadi surga bagi peredaran narkoba," katanya.
Niam mengatakan, KPAI dan Kaukus Masyarakat Peduli Anak Indonesia dari Kejahatan Narkoba berpendapat bahwa kejahatan narkoba merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, karena dampaknya sangat besar bagi anak-anak.
"Kejahatan narkoba membunuh satu generasi, bukan hanya individu-individu. Untuk itu, harus ada komitmen kuat untuk memberikan hukuman maksimal bagi penjahatnya, dalam rangka menjaga hak hidup masyarakat, khususnya anak-anak yang sangat rentan menjadi korban," kata Niam.
Lagipula, imbuhnya, yuridis hukuman mati dalam sistem hukum Indonesia adalah konstitusional, telah berlaku, dan masih eksis.