REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi menekan PP No.99 tahun 2012 tentang pengetatan remisi, pada 12 November 2012 lalu.
Alhasil, hanya narapidana yang benar-benar berkelakuan baik yang bisa mendapatkan pemotongan hukuman.
"Insya Allah akan berjalan lebih baik. Sekarang kan aturannya sudah jelas," kata Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin saat dihubungi Republika, Selasa (4/12).
Soal jumlah narapidana yang terancam tak mendapat remisi, Amir mengatakan hal tersebut sangat banyak. Namun, ia tak menyebutkan jumlah rincinya.
"Wah kalau jumlah sih saya belum pegang datanya. Tapi akan ada banyak yang seharusnya dapat remisi, dengan aturan itu akan diseleksi dengan lebih ketat lagi," katanya.
Beleid tersebut bakal memperketat pemberian hak remisi, asimilasi dan bebas bersyarat bagi narapidana kasus terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional lainnya.
Pada tahun lalu, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan aturan pengetatan pemberian remisi bagi narapidana kasus korupsi, narkoba, dan teroris.
Namun, aturan itu batal terealisasikan akibat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan para narapidana yang memprotes kebijakan itu. PTUN menganggap kebijakan tersebut cacat hukum.