REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu Andi Mallarangeng membentuk tim penyelidik independen terkait dengan kasus Hambalang. Ada tiga kejanggalan yang ditemukan dari penyelidikan sementara yang telah dilakukan tersebut.
Menurut adik Andi, Rizal Mallarangeng, tim penyelidik independen ini dilakukan secara akademis. Pihaknya melakukan penelitian dengan mendatangi sejumlah sumber-sumber yang dianggap penting.
"Di antaranya adalah keluarga mantan Sesmenpora Wafid Muharram," kata Rizal dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (21/12).
Dari hasil penyelidikan sementara, ditemukan tiga kejanggalan dalam proyek pembangunan pusat pendidikan olahraga di Hambalang. Pertama, dalam surat pengajuan anggaran tahun jamak yang diajukan oleh Kemenpora untuk proyek Hambalang tidak ditemukan tanda tangan dari Andi Mallarangeng selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Kedua, dari hasil penyelidikan itu pula Wafid Muharram selaku kuasa pengguna anggaran dan Deddy Kusdinar sebagai pejabat pembuat komitmen kelihatan seperti diatur dan diarahkan oleh kantor Dirjen Anggaran Kemenkeu yang waktu itu dipegang oleh Anny Ratnawati, yang sekarang menjabat sebagai Wamenkeu.
Ketiga, ditemukan bahwa tidak ada koordinasi antara dua menteri, yakni Andi Mallarangeng dan Agus Martowardojo, dalam pengajuan anggaran.
"Padahal, dalam peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 56/PMK.02/2010 pasal 5, jelas disebutkan bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak diajukan oleh menteri atau pimpinan lembaga kepada menteri keuangan bersamaan dengan penyampaian RKA-KL tahun anggaran yang bersangkutan," kata Rizal.
Seperti diketahui, KPK telah resmi menetapkan Andi Mallarangeng sebagai tersangka. Menurut Ketua KPK Abraham Samad, penetapan Andi sebagai tersangka merupakan pengembangan penyidikan terhadap Deddy Kusnindar.
Andi dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Andi diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau orang lain yang mengakibatkan kerugian negara dengan cara menyalahgunakan kewenangan sebagai menpora.