REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek menuding ada pihak tertentu yang mencoba memutarbalikkan fakta terkait pelarangan dana hibah madrasah. Ia menegaskan, tidak ada aturan pelarangan bagi kepala daerah untuk menggunakan APBD guna membantu madrasah.
Sayangnya, kata Reydonnyzar, belum baca Surat Edaran Mendagri Nomor 900/2677/SJ tentang Hibah dan Bantuan Madrasah tertanggal 8 November 2007. “Intinya bantuan tidak dilarang, meski itu bukan kewajiban. Kalau memang ada kepala daerah tidak mau membantu, itu kebijakan mereka, bukan atas aturan Mendagri,” katanya, Selasa (8/1).
Pihaknya paham mengapa isu tentang bantuan madrasah mencuat kembali setelah sekian lama terkubur. Itu tidak lain lantaran pada 2013, banyak dihelat Pemilukada hingga membuat pihak-pihak tertentu memanfaatkan momen itu untuk menyerang Mendagri.
“Kepala daerah mencari celah dengan adanya aturan itu. Urgensi hibah dan bansos itu bukan untuk kepentingan kepala daerah, tapi pemerintah daerah,” kata Reydonnyzar.
Modus kepala daerah yang enggan membantu madrasah, kata Reydonnyzar, sebenarnya bisa ditinjau dari aspek dukungan politik. Kalau merasa tidak mendapat dukungan mereka lebih senang mengalokasikan bantuan untuk ormas dan LSM.
Adapun jika sebuah yayasan dan lembaga yang membawahi madrasah mau mendukung kepala daerah, lanjut Reydonnyzar, pasti sang kepala daerah tidak pikir panjang mengucurkan dana. “Praktik nakal itu biasanya terjadi menjelang Pemilukada. Alokasi hibah dan bansos dua tahun menjelang Pemilukada biasanya meningkat besar,” ujar Reydonnyzar.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi mendapat caci maki dari ulama terkenal di Jawa Timur. Mendagri dituduh membuat aturan tentang pelarangan bantuan madrasah dari APBD. Kalau dikaitkan pesta demokrasi maka hal itu sangat wajar bersifat politis. Pasalnya Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim dihelat pada 29 Agustus 2013.