REPUBLIKA.CO.ID, Navicula, band grunge asal Bali, menoreh prestasi setelah diundang untuk berpentas di festival seni bergengsi Sydney Festival 2013. Radio Australia berbincang dengan Robi, vokalis dan gitaris band yang baru saja pulang dari Amerika Serikat setelah memenangkan kompetisi internasional Rode Rockers.
Film perjalanan mereka ke Amerika Serikat ini pun akan segera dirilis. Tapi apa yang membuat Navicula semangat terus berkarya (termasuk menerbitkan sabun mandi sendiri)? Ternyata bukan hanya musik, tapi juga berbagai tujuan sosial lainnya yang mereka bisa lakukan melalui musik. Ikuti wawancara berikut ini:
Radio Australia (RA): Bagaimana rasanya bermain musik di negara lain?
Robi Navicula (RN): Exciting, karena crowd-nya baru, terus kalau kita biasa manggung di Indonesia mungkin presentasi audiens sudah lebih banyak yang tahu. Kalau di sini benar-benar baru, kita harus mempelajari medan, tapi adaptasi ini berlangsung sangat cepat sih, karena secara teknis performance baik live maupun recording, teknisnya hampir sama, tapi fasilitasnya berbeda.
RA: Di Australia, ada band-band berpengaruh untuk grunge seperti King Snake Roost, Beasts of Bourbon, The Scientists, selain Silverchair etc. Anda juga sudah bertemu dengan musisi Australia seperti Paul Kelly dan Nick Cave (RN: Kita juga pernah main sepanggung dengan Wolfmother). Apa pengaruh Australia bagi Navicula?
RN: Navicula tumbuh di Bali, dan di Bali kan kulturnya kontras. Di satu sisi kebudayaan yang sangat menghargai budaya tradisional, di satu sisinya sendiri Bali sebagai melting pot, sangat terbuka dengan pengaruh asing. Dan di satu sisi sangat tradisional, di satu sisi sangat modern.
Australia di Bali persentasenya cukup besar; kita berinteraksi dengan komunitas ini, dan Navicula ada di tengah-tengah budaya lokal dan budaya asing, dan budaya asing ini banyak dikontribusi oleh seniman dan warga negara Australia di Bali.
Tempat kita studio latihan di Bali pun dimiliki Andrew, warga Australia yang menjadi guru di Bali. Dan kita latihan reguler di rumahnya dia, jadi interaksi langsung.
RA: Grunge besar di tahun 90an, dengan band-band seperti Pearl Jam, Nirvana. Tapi melemah setelah itu. Apa yang menyebabkan Grunge masih hidup di Indonesia?
RN: Saya pikir dengan generasi yang waktu kita ABG mendengarkan itu dan terpengaruh dengan trend itu pasti akan kita putar lagu itu seumur hidup. Saya ada joke bahwa musik apa yang kamu dengar waktu kamu SMA, musik itu yang kamu dengar seumur hidup. Bukan hanya di Indonesia, di negara mana pun ada nostalgia. Sweet memory.
Dan musik sama seperti fashion, mereka akan retro lagi, mereka akan berevolusi lagi. Seprti kita lihat flannel kan booming, sepatu boot seperti Doc Martin juga booming lagi.
Musik juga kayak gitu, kemaren sempat sound-sound retro 80an naik, sekarang saya pikir 90 naik lagi.
Itu juga dibuktikan banyaknya reuni band-band grunge, seperti Soundgarden, Alice in Chains tur lagi. Bukan hanya grunge, band-band dari 90an seperti Rage Against the Machine juga reuni lagi.
RA: Kritikus musik Simon Reynolds berkata pada tahun 1992 bahwa ‘Grunge adalah musik anak-anak muda yang merasa depresi dengan masa depan.’ Indonesia saat ini menghadapi masa depan yang cerah. Kenapa Indonesia perlu Grunge?
RN: Grunge itu kita pilih sound-nya. Medianya. Kita milih grunge karena itu yang paling besar mempengaruhi kita sejak SMA. Tapi kalau dari message, mungkin karena kebetulan saya di band sebagai penulis lirik dan dapat tugas, interest saya pribadi selain musisi saya juga konsultan di beberapa organisasi sosial di Bali, di Indonesia, yang berkaitan dengan isu ekologi.
Dan akhirnya interest untuk membuat lagu-lagu yang bertemakan ekologi dan sosial ini menjadi daya tarik saya dalam menulis topik tentang itu.
Dan dengan menggunakan musik grunge, yang saya sangat enjoy, sebagai media. Bisa dibilang Navicula adalah jurnalisme tentang sosial dan ekologi yang menggunakan musik sebagai media. Itu konsep Navicula.
Kalau dari lirik sih memang pada waktu itu tahun 90an Grunge identik dengan anti kemapanan, alienasi, tapi saya pikir band-bandnya juga sebenarnya range-nya luas. Mungkin karena Nirvana yang booming dengan lirik-liriknya kayak gitu, jadi identik dengan itu. Tapi sebenarnya kalau kita lihat, seperti Pearl Jam, seiring mereka tumbuh semakin tua, lirik-liriknya semakin tajam, semakin dalam. Eddie Veder juga banyak aktivismenya di bidang lingkungan, dan itu bisa dilihat dari lirik Pearl Jam era sekarang.
Jadi musiknya grunge, tapi liriknya bisa apa saja. Kebetulan kalau Navicula liriknya konservasi dan ekologi.