Senin 14 Jan 2013 20:26 WIB

Masih Draf, Raperda Bebas Asap Rokok DIY Sudah Diprotes

Rep: Yulianingsih/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Seorang pekerja melintas disamping poster larangan merokok di dalam ruangan di salah satu kantor dikawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Agung Supri
Seorang pekerja melintas disamping poster larangan merokok di dalam ruangan di salah satu kantor dikawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang kawasan tanpa asap rokok (KTAR) di Kota Yogyakarta sudah menuai protes. Meskipun Raperda tersebut baru dibahas sekali dan belum dimasukkan dalam pembahasan Panitia Khusus 9Pansus) DPRD setempat, namun protes terus dilancarkan.

Mereka yang gencar menggelar protes atas draf Raperda itu yakni  Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Relawan Perjuangan Demokrat (Repdem) DIY.  Bahkan Ketua DPD Repdem DIY yang juga anggota DPRD Kota Yogyakarta Antonius Fokki Ardianto bertekad akan melakukan kudeta terkait pembahasan draft tersebut di lembaga legislatif.

Selain itu Repdem kata Fokki, juga akan melakukan berbagai bentuk propaganda yang menolak dibahasnya draft Raperda tersebut oleh dewan. Pasalnya menurut mereka, Raperda KTAR tersebut jelas akan merugikan petani tembakau di Indonesia khususnya di DIY.

Dengan raperda ini mereka nilai, industri rokok akan berkurang sehingga petani tembakau akan kesulitan memasarkan hasil pertaniannya. Begitupula kata dia, dengan pedagang kaki lima (PKL) penjual rokok di jalan-jalan yang akan kehilangan konsumennya akibat Raperda itu.

"Berdasarkan data ada sekitar 15 ribu petani tembakau yang ada di DIY ini menyebar di Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul. Meskipun Yogyakarta tidak ada petani namun di kota ini banyak sekali PKL pedagang rokok," tegasnya dalam diskusi tentang KTAR di Balai Kota Yogyakarta, Senin (14/1).

Selain itu kata dia, jika dicermati pasal per pasal dalam draft Raperda KTAR ini dinilainya sangat membatasi dan melokalisir secara ketat paparan asap rokok. “Sementara, polutan lain (asap kendaraan) yang juga berdampak terhadap kesehatan tidak mendapat kesamaan perlakuan regulatif.

Untuk itu, kami mendesak seluruh komponen masyarakat, parpol dan kepala daerah agar membuat payung hukum yang mampu melindungi kedaulatan bangsa dan kepentingan nasional demi kesejahteraan sosial,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement