REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun 2008 Neneng Sri Wahyuni kembali batal bersaksi untuk dua warga negara Malaysia.
Neneng di awal persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, mengaku sakit saat hendak memberi kesaksian untuk terdakwa kasus percobaan menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi asal Malaysia, Mohammad Hasan Bin Khusi dan R Azmi Bin Muhammad Yusof.
Neneng yang sempat diperiksa dokter dari Rutan Cabang KPK akhirnya batal memberikan kesaksian. Sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Adami Hasawi dan saksi Yanti Apriliani.
Pada persidangan sebelumnya istri Muhammad Nazaruddin juga batal dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan dua warga negara Malaysia karena mengeluh sakit pada bagian leher.
Jaksa mendakwa Mohamad Hasan bin Kushi dan R Azmi bin Muhamad Yusof menghalang-halangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek PLTS di Kemenakertrans tahun 2008 dengan tersangka Neneng Sri Wahyuni.
Menurut jaksa, kedua warga negara Malaysia melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dengan denda maksimal Rp600 juta.
Jaksa menyebut dua terdakwa telah sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, ataupun para saksi dalam perkara di KPK.
Lebih lanjut jaksa menyebutkan kedua terdakwa telah menyembunyikan Neneng saat menjadi buron Kepolisian Internasional (Interpol).
Mohammad Hasan dan R Azmi diduga mengetahui Neneng tinggal di sebuah apartemen di Kuala Lumpur dan sedang menjadi buronan KPK tetapi tidak melaporkan Neneng ke Kepolisian Malaysia.