REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Satu rancangan resolusi yang menyerukan sanksi lebih keras terhadap peluncuran roket Korea Utara (Korut), Desember lalu, sedang beredar di antara anggota Dewan Keamanan PBB. Rancangan itu siap untuk disetujui pada Rabu (23/1), kata sumber diplomatik Seoul, Senin (21/1).
"Sepanjang pengetahuan saya, rancangan resolusi akan dimasukkan ke voting awal pekan ini dan disepakati pada Rabu atau Kamis (waktu Seoul), kecuali ada variabel lain," kata sumber tersebut. Dia mengatakan Dewan Keamanan berencana mengadakan pertemuan untuk melakukan voting resolusi.
Rancangan resolusi itu muncul setelah Cina terlihat akan memberi dukungan kepada Korea Utara. Kompromi diplomatik terjadi pada pekan lalu setelah AS dan Cina mencapai kesepakatan sementara pada rancangan resolusi agar memperketat sanksi Korea Utara sebelumnya daripada membuat sanksi baru, menurut sumber tersebut.
Dilaporkan Yonhap, rincian dari resolusi PBB yang baru belum diketahui, tetapi jika disetuju, maka beban Korea Utara akan lebih berat lagi setelah sebelumnya mendapatkan sanksi karena pengembangan nuklir.
Salah satu diplomat Seoul belum dapat memastikan apakah pengajuan sanksi baru itu akan menyertakan Bab Tujuh dari Piagam PBB. Bab Tujuh memungkinkan Dewan Keamanan untuk menggunakan wewenangnya memberlakukan berbagai tindakan termasuk memutuskan hubungan diplomatik, memaksakan tindakan ekonomi dan militer, menurut diplomat Seoul.
Korea Utara telah berada di bawah sanksi PBB sejak tahun 2006 ketika melakukan uji coba nuklir pertamanya. Sanksi diperketat pada 2009 setelah melakukan percobaan nuklir keduanya. Kekhawatiran semakin mengemuka apabila Korea Utara akan melakukan uji coba nuklir ketiga kalinya setelah peluncuran roket terbarunya.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan bersama dengan ilmuwan AS telah meneliti puing-puing dari roket Korea Utara, termasuk tangki pembakaran dan bagian mesin yang terjatuh di kawasan Pantai Semenanjung Korea. Peneliti menemukan penggunaan komponen roket setelah pengamatan selama 29 hari. Kementerian tersebut menduga Korea Utara sedang membangun fasilitas mandiri untuk pembuatan misil balistik antarbenua yang dapat terbang sejauh 10 ribu kilometer.
Jarak tersebut dalam kisaran antara Korea Utara menuju Pesisir Barat AS. Namun Pyongyang menyatakan bahwa peluncuran roket tersebut dipakai untuk mengorbitkan satelit bumi bukan untuk uji coba misil balistik jarak jauh seperti yang dituduhkan banyak negara.