REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Grup band ternama Indonesia, Slank, berencana mengajukan uji materil (judicial review) Undang-Undang (UU) 2/2002 Pasal 15 tentang Izin Keramaian. Pentolan Slank, Bimbim mengatakan pihaknya dirugikan dengan kebijakan aparat keamanan yang tidak mengeluarkan izin keramaian.
Gara-gara hal itu, kata dia, Slank gagal tampil di sebuah pertunjukan musik di Tangerang akhir tahun lalu lantaran tidak memperoleh izin keramaian. Padahal di saat bersamaan banyak lain yang mendapat izin tampil di panggung.
Bimbim mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan aparat keamanan itu prinsipnya jauh dari cita-cita reformasi. Meski terkait pencekalan sudah banyak dialaminya, namun pihaknya belum bisa menerimanya.
“Slank selalu piece love kepada siapa pun, tapi kita selalu mendapat pencekalan ketika mau konser,” keluh drummer Slank itu saat bertandang ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (22/1). Bimbim datang konsultasi soal hak konstitusional bersama pembetot bas Ivan dan manajer Bunda Iffet.
Ditanya apakah ada keinginan untuk mengajukan gugatan ke MK atas UU Kepolisian Negara itu, Bimbim mengiyakannya. “Dalam waktu dekat, kami akan lakukan judicial review. Insya Allah,” kata Bimbim.
Ketua MK Mahfud MD yang menerima kedatangan personel Slank mengaku, konsultasi masalah yang diutarakan, band yang memiliki basis massa besar itu hanya persoalan biasa. “Artinya, bagi MK masalah ini sudah sering dihadapi, tetapi ini menarik karena Mas Bimbim, Ivan, dan Bunda Slank itu menceritakan pengalaman yang menjadi persoalan hak konstitusional warga,” bebernya.
Mahfud mengatakan, di dalam tata hukum kita, ada perizinan penyelenggraan keramaian yang dikeluarkan polisi. Namun dalam praktiknya kadang menimbulkan masalah yang bersingungan hak konstitusional warga negara, misalnya kegagalan konser Lady Gaga. Ia menjelaskan, masyarakat boleh tidak suka atau suka kepada pelantun lagu Bad Romance itu.
Namun yang tidak boleh dilupakan, ujar Mahfud, hak konstitusional sebagian masyarakat juga ada yang dirugikan gara-gara pembatalan itu. Pertama, penonton yang mungkin sebanyak ratusan hingga ribuan yang telah membeli tiket, kedua pihak penyelenggara yang melakukan kontrak mengalami kerugian.
Pasalnya, tidak mungkin orang mengurus perizinan keramaian seperti itu dilakukan secara tiba-tiba dan dibatalkan secara sepihak. Tapi sebenarnya peristiwa-peristiwa semacam itu tidak hanya terjadi kepada Lady Gaga dan Slank, karena ternyata juga banyak pengalaman terkait pelarangan itu yang itu tentu banyak yang dirugikan, jelas Mahfud.
Yang lebih susah lagi, Mahfud melanjutkan, kalau melarang adanya sekelompok orang yang tidak suka dengan pertunjukaan itu dan menekan aparat keamanan untuk membatalkan konser maka itu tidak bisa dibenarkan.
“Itu namanya negara kalah dengan preman, tidak boleh dong negara kalah dengan preman,” tegas dia.