REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di bagian hulu menjadi pertanda pemerintah terlalu lama mengabaikan kondisi lingkungan. Pemerintah hanya memikirkan pengembangan wilayah yang berdampak pada peningkatan ekonomi.
Kondisi, antara lain, terlihat di Puncak, Jawa Barat. Komersialisasi Kawasan Puncak tidak sebanding dengan penjagaan lingkungannya. “Pemerintah mati suri,” ujar Aktivis Lingkungan Puncak Teja kepada ROL, Jumat (25/1).
Teja menerangkan, sejumlah tempat wisata berpotensi menghalangi laju Sungai Ciliwung. Vila-vila yang menjamur memotong aliran Sungai Ciliwung. Ada beberapa titik hulu aliran kecil yang kemudian menyatu menjadi Sungai Ciliwung mengalami penyempitan.
Dari pantauan ROL terlihat kondisi seperti ini terjadi di Cikamasan, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Sebuah tembok vila yang berdiri kokoh membuat lebar sungai hanya dua meter. “Dulu sungai ini lebar sekali. Lima tahun terakhir lebarnya menyusut tidak sampai tiga meter,” kata Mogi, warga setempat.
Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan Darat Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Hermono Sigit membenarkan kerusakan DAS Ciliwung disebabkan pembangunan. Penyebab lainnya, yaitu semakin berkurangnya hutan.
Hermono mengatakan, peralihan fungsi DAS Ciliwung paling parah berada di dua wilayah, yaitu Bogor dan Depok. Citra satelit di dua wilayah tersebut menunjukkan banyaknya pembangunan permukiman di sekitar DAS. “Tapi, hutan-hutan yang ada di sekitarnya tak ada sehingga menjadi tak seimbang,” kata Hermono. Dia menambahkan, keadaan itu terjadi paling parah pada tahun 2000-2010. Karena itu, sejak 2010 di wilayah DAS Ciliwung dilakukan berbagai macam perbaikan.