REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang M Yulianto menilai sikap elegan yang ditunjukkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di tengah sandungan kasus yang menimpa mampu menyelamatkan citra partai politik itu.
"Setidaknya, sikap elegan ini sudah ditunjukkan PKS sejak tersandung kasus video porno. Politisinya yang kepergok menonton video porno saat sidang paripurna, mengundurkan diri dari DPR," katanya di Semarang, Jawa Tengah, Jumat.
Citra PKS pun kembali tercoreng dengan dugaan suap daging sapi impor yang menyeret nama Luthfi Hasan Ishaaq yang sebelumnya menjabat Presiden PKS, tetapi mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut dia, langkah mundur yang dipilih politisi PKS ketika tersangkut kasus menunjukkan sikap "legowo", serta menegaskan bahwa PKS merupakan partai yang modern dan elegan di mata masyarakat dan konstituennya.
"Ini menunjukkan sistem kelembagaan kepartaian yang solid dan baik sudah dibangun PKS, termasuk keputusan Luthfi Hasan Ishaaq untuk mundur dari jabatan Presiden PKS, meski baru ditetapkan tersangka," katanya.
Sistem kepartaian yang solid dan baik dalam tubuh PKS, kata dia, ditunjukkan pula dengan proses pergantian pucuk pimpinan partai yang berlangsung relatif singkat, tanpa menimbulkan gejolak berkepanjangan.
Ia mengemukakan, proses pergantian pucuk pimpinan PKS yang berlangsung cukup lancar dalam waktu relatif singkat mampu menunjukkan sikap sebagai partai yang tidak tergantung pada personalisasi figur atau tokoh.
Ditambah, kata dia, sikap Presiden PKS yang baru, yakni Anis Matta yang memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua DPR dan keanggotaannya di DPR RI juga menunjukkan sikap politik yang elegan.
"Keputusan Anis Matta mundur dari jabatan Wakil Ketua DPR dan anggota DPR RI lebih baik dibandingkan anggota dewan yang masih merangkap jabatan. Ini cukup mampu menjaga citra PKS di mata para konstituennya," katanya.
Karena itu, ia menilai kasus yang menyeret nama sejumlah politisi PKS tak akan banyak berpengaruh terhadap citra partai berlambang bulan sabit dan padi itu di mata konstituennya, termasuk pada Pemilu 2014.
"Setidaknya, dibandingkan parpol-parpol lain yang politisinya juga tersandung kasus, PKS masih relatif 'settled' dalam membangun konstituennya pada Pemilu 2014 mendatang," kata pengajar FISIP Undip tersebut.
Sebab, kata dia, kebiasaan PKS yang membangun sikap "gentle", ksatria, dan tanggung jawab di kalangan para politisinya sebenarnya memberikan dampak "soft campaign" yang efektif untuk menjaga kesetiaan konstituen.
Apalagi, Yulianto mengatakan, PKS selama ini dikenal sebagai partai yang memiliki basis konstituen dari kalangan terdidik dan terpelajar sehingga sejumlah kasus yang menyandung tak akan banyak memengaruhi konstituennya.