REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Timur Pradopo menilai ada banyak pelajaran dibalik kasus penyerangan LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Lantas, apa saja pelajaran tersebut?
Menurutnya, terdapat pelajaran yang dipetik dari kasus itu salah satunya upaya pemberantasan preman. "Kami belajar dari peristiwa ini (LP Cebongan). Kami berkomitmen premanisme harus diberantas dan di proses secara hukum," kata Timur kepada wartawan di Jakarta, Senin (8/4).
Timur mengatakan jika sweeping perlu dilakukan untuk membersihkan keberadaan preman, maka hal tersebut sah-sah saja. Ia menegaskan tidak ada toleransi untuk premanisme karena itu sweeping akan dilakukan secara rutin.
Toleransi untuk aksi premanisme pun dipastikan tidak ada. Begitu pula jika ada anggotanya yang bekerja sama dengan preman. Jadi, pesan Timur, sampaikan kepada kami dan akan langsung kami proses jika ada pelindung premanisme.
Pernyatan Timur ini menyusul kasus penyerangan ke LP Cebongan pada Sabtu, 23 Maret 2013. Sebanyak 11 orang anggota Kopassus Grup 2 Menjangan, Kartasura, menyerang ke LP Cebongan dengan menggunakan senjata laras panjang dan pistol.
Para pelaku menembak mati empat orang tahanan titipan Kepolisian Daerah Yogyakarta di LP Cebongan, yakni Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31 tahun), Yohanes Juan Manbait (38), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33).
Keempatnya merupakan tersangka kasus pembunuhan bekas anggota Komando Pasukan Khusus Grup II Kandang Menjangan, Sersan Kepala Santoso, hingga tewas di Hugo's Cafe, Jalan Adisutjipto Km 8,5 Maguwoharjo, Sleman, pada Selasa, 19 Maret 2013.