REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang sekaligus pemilik kios di peron Stasiun Pasar Minggu meminta PT KAI membebaskan mereka berjualan. Permintaan itu menyusul penertiban yang dilakukan PT KAI, terhadap puluhan pedagang, Kamis (18/4) kemarin.
Penertiban ini diharapkan akan mendukung megaproyek PT KAI mengangkut 1,2 juta penumpang dalam sehari pada 2018.
Salah satu pedagang Sumari (42) mengatakan, tidak ingin pindah dari peron Stasiun Pasar Minggu. Menurut pedagang gorengan ini, keluarganya hanya menggantungkan hidup dari penjualannya. Pascapenertiban hingga kini ia belum memiliki pekerjaan.
Sumari mengungkapkan, pihak pemerintah sudah mengeluarkan solusi untuk memindahkan pedagang ke Pasar Jaya Pasar Minggu. Namun, banyak temannya yang menolak karena tempat yang sudah penuh dan tidak memenuhi syarat. Ada 88 kios di sana, dan 22 orang yang di visum akibat kekerasan yang terjadi ketika penertiban. "Masak saya disuruh berjualan di jalan," katanya, Sabtu (20/4).
Menurut Sumari tindakan yang dilakukan PT KAI sungguh tidak manusiawi, banyak temannya yang luka-luka akibat kekerasan yang dilakukan PKD. Parahnya, polisi hanya membiarkan saja, dan mengancam jika pemilik kios melawan.
"Polisi ada, tapi cuma ngelihatin saja," kata warga Condet, RT 02 RW 07 Kelurahan Balai Kambang, Kramat Jati, Jakarta Timur itu.
Sumari mengaku sudah 12 tahun berjualan di peron tersebut. Ia juga selalu patuh jika ada yang menagih uang keamanan. Namun, Sumari tidak ingin menyebutkan besarannya.
Padahal, penertiban itu sudah dilarang Gubernur DKI Jakarta, Jokowi. Saat berdialog dengan para pedagang, Jokowi mengatakan dalam penertiban tidak boleh ada Satpol PP yang menindak. Selain itu, Polisi, PKD dan Polsuska juga dilarang untuk memukul pedagang. "Kalau ada yang ikut telepon ke saya," kata Sumari menirukan Jokowi.