REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD -- Sejak militer AS bertahap meninggalkan Irak, pemilihan umum pertama mulai digelar. Warga Irak pada Sabtu (20/4), memberikan suara untuk pejabat lokal di 12 dari 18 provinsi Irak. Pemilu dilaksanakan di bawah penjagaan keamanan yang ketat, untuk mencegah kemungkinan kekerasan.
Sekitar 8.000 kandidat lokal mencalonkan diri untuk menduduki 378 posisi di dewan provinsi. Penghitungan suara diperkirakan dimulai sore ini.
Walau tidak memengaruhi kepemimpinan nasional, Pemilu itu dipandang sebagai barometer popularitas Perdana Menteri Nouri al-Maliki menjelang pemilihan parlemen tahun depan. Politisi Sunni saingannya menuntutnya mundur, ditengah protes rakyat yang menentangnya di bagian barat Irak.
Pemilu dibatasi untuk 12 dari 18 provinsi Irak, menyusul ketidaksepakatan politik di empat propinsi, dan setelah pihak berwenang bulan lalu menunda pemilu di daerah yang berpenduduk mayoritas Sunni, di provinsi Anbar dan Ninewa.
Penundaan pemilu di Propinsi Anbar dan Ninewa, tempat demonstrasi anti pemerintah baru-bari ini, telah menimbulkan pertanyaan tentang motif pemerintahan Perdana Menteri, Nouri Al Maliki dari golongan Syiah, yang melakukan penundaan itu.