Selasa 23 Apr 2013 10:28 WIB

Amerika Sebut Pemerintah Nigeria Melanggar HAM

 Serangan bom bunuh diri masih terus menerpa Nigeria.
Foto: Reuters
Serangan bom bunuh diri masih terus menerpa Nigeria.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat mengecam bentrokan antara pasukan pemerintah dan kelompok gerilyawan di timur laut Nigeria. Bentrokan itu menimbulkan kebakaran besar melanda kota. Amerika mendesak Pemerintah Nigeria menghormati HAM.

"Amerika Serikat mengutuk kekerasan yang merenggut nyawa begitu banyak warga sipil tak berdosa di Baga, di negara bagian Borno," kata pejabat Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Patrick Ventrell, seperto dinukil dari AFP.

Pertempuran sengit antara pasukan Nigeria dan diduga gerilyawan itu meletus Jumat (19/4) kemarin. Sebanyak 187 orang tewas dan 77 lainnya luka-luka. "Kebakaran besar menghancurkan hampir separoh kota," kata Palang Merah Internasional.

Baga terletak di negara bagian Borno, pangkalan dari gerilyawan Boko Haram, tetapi kota itu sebelumnya tidak dikenal sebagai situs pertempuran sengit.

Sementara Washington mendukung Nigeria dalam melawan Boko Haram. Ventrell mengatakan, warga sipil harus dilindungi dan HAM dihormati. "Kekerasan ekstremisme tak diperlukan lebih dari sekedar respon keamanan," kata Ventrell.

Ventrell mendesak pemimpin Nigeria harus mengatasi kekhawatiran masyarakat yang rentan. "Mereka harus melakukannya dengan cara yang belum tentu dengan tangan berat, tetapi dalam suatu yang efektif dan terfokus pada kebutuhan ekonomi serta politik yang sah di utara juga," tutur Ventrell.

Menurut Ventrell, Boko Haram memanfaatkan keluhan sah rakyat wilayah utara untuk menarik, merekrut dan simpati publik. Namun, ia tidak bisa mengkonfirmasi laporan gerilyawan telah menggunakan granat roket dalam serangan mereka, yang dapat menunjukkan bahwa kelompok itu mendapatkan bantuan signifikan dari kelompok=kelompok yang terkait Al-Qaida di wilayah tersebut.

"Jelas, kami khawatir tentang konteks mereka mencoba untuk memiliki hubungan lebih dalam dengan kekerasan ekstrim lainnya di seluruh kawasan itu. Amerika mengawasi ketat perkembangan situasi tersebut," imbuh Ventrell.

sumber : AFP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement