REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kepala Grup Neraca Pembayaran Departemen Statistik dan Moneter Bank Indonesia (BI), Doddy Zulverdi menilai Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) perlu mengarahkan investasi kepada industri yang mampu menghasilkan bahan baku.
"Dalam lima tahun ini BKPM perlu mengarahkan investasi kepada industri yang menghasilkan barang modal atau bahan baku yang biasa kita impor. Sehingga ke depan walaupun investasi naik namun tidak disertai transaksi berjalan yang defisit akibat tingginya kebutuhan impor," kata Doddy Zulverdi kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Jumat (17/5).
Ia mengatakan apabila BKPM mampu mengarahkan penanaman modal tersebut maka dalam lima tahun ke depan, apabila perekonomian tumbuh hingga tujuh persen pun, transaksi berjalan tidak akan mengalami defisit. Ia menjelaskan pengarahan investasi ke sektor-sektor yang tidak membutuhkan modal besar seperti sektor pertanian, dapat mencegah terjadinya defisit transaksi berjalan, karena sektor pertanian tidak memerlukan kebutuhan impor yang terlalu signifikan.
Sebaliknya apabila investasi diarahkan ke sektor manufaktur, maka transaksi berjalan akan tertekan, karena sektor manufaktur membutuhkan impor bahan baku untuk membangun mesin atau pabrik. "Kalau mau, sebaiknya membangun industri yang mampu menghasilkan mesin. Meskipun pada tahap awal membutuhkan impor baja misalnya dan menyebabkan tekanan ke transaksi berjalan, tapi setelah pabrik itu berjalan meski investasi bisa naik namun impor tidak harus naik dengan cepat," ujarnya.
Sebelumnya keseimbangan eksternal Indonesia pada triwulan I-2013 disebut mengalami perbaikan yang tercermin pada defisit transaksi berjalan yang menyusut menjadi 5,3 miliar dolar AS (2,4 persen dari PDB) dari defisit 7,6 miliar dolar (3,5 persen dari PDB) pada triwulan sebelumnya. Dalam siaran pers BI disebutkan perbaikan ini bersumber dari meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan berkurangnya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan.
Kinerja ekspor nonmigas secara riil sudah mulai membaik mengikuti pertumbuhan volume perdagangan dunia yang meningkat tetapi secara nominal masih tumbuh negatif akibat harga komoditas ekspor yang masih mengalami penurunan. Meskipun ekspor nonmigas tumbuh negatif, neraca perdagangan nonmigas mampu mencatat kenaikan surplus karena impor turun lebih tajam daripada ekspor.
Penurunan impor nonmigas tersebut merupakan dampak dari perlambatan konsumsi dan investasi domestik yang tercermin dari menurunnya impor barang-barang konsumsi dan barang-barang modal.