REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Banyaknya kasus pejabat partai politik yang korupsi dinilai dipicu oleh bermasalahnya sistem pembiayaan partai. Pengamat Korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi Zainal Arifin Mochtar mengatakan, sistem pembiayaan partai harus dibenahi.
"Pembiayaan partai tidak wajar dan pembiayaan partai hulu hilir. Pembiayaan partai itu adalah cara dia spend ketika kampanye. Harus dibatasi, jangan kemudian dia spend tidak terbatas ketika kampanye," katanya ketika menghadiri diskusi strategi membangun pemerintahan yang bersih di Asrama Haji DIY, Ahad (9/6).
Menurutnya, strategi pembiayaan partai dapat diatasi dengan cara pembiayaan mandiri oleh kader dan cara mereka mendapatkan dana. Ia menambahkan, selama ini sumber pembiayaan partai berasal dari iuran, sumbangan, APBN / APBD. Sehingga, sumber tersebut perlu diubah.
"Dilihat dari mana sumbernya, jangan yang dari tiga itu, sumbangan, iuran, APBD/APBN. Jangan-jangan ini harus diubah. Supaya sumbernya bisa diubah dan sumbernya lebih ada, dan dia bisa lebih mandiri. Supaya dia lebih jalan, APBD APBN itu kan kecil sekali jumlahnya," tambahnya.
Dia menambahkan, sistem kepartaian saat ini juga bermasalah. Menurutnya, banyak partai yang justru melakukan penambahan kader. "Akibatnya banyak orang yang pindah partai. Banyak artis seksi yang masuk partai Islam," kata Zainal. Hal ini mengakibatkan identitas antar partai sulit dibedakan.
Zainal juga mengatakan sistem pemilu proporsional terbuka saat ini juga tidak sempurna. Menurutnya, dengan sistem seperti itu menyebabkan batas antara kader dan orang terkenal tidak ada. Sehingga lebih menguntungkan orang yang sudah terkenal.
Untuk perbaikan sistem Pemilu, Zainal mengatakan, dapat menggunakan mix system. "Model pemilu campuran jangan-jangan lebih menarik, karena bisa mencampur antara kader yang dipilih melalui sistem proporsional dengan orang terkenal," katanya.
Meskipun begitu, ia juga tidak yakin bahwa sistem tersebut dapat efektif mengurangi angka korupsi dalam sebuah partai.