PORT MORESBY -- Bekas komandan angkatan bersenjata Papua Nugini menuding Australia ikut bersalah dalam persoalan disiplin para anggota militer Papua Nugini.
Komentar itu disampaikan oleh Flag Officers League Papua Nugini setelah lebih dari 30 tentara bersenjatakan pisau semak, batang besi dan senjata api menyerang mahasiswa Universitas Sekolah Kedokteran Papua Nugini pada akhir pekan lalu.
Juru Bicara organisasi, Jenderal Jerry Singirok kepada program Pasific Beat-Radio Australia menyatakan persoalan disiplin diakibatkan oleh kelebihan tentara yang semestinya dibantu oleh Australia untuk mengembalikan ke kehidupan sipil di akhir 1990-an.
Jenderal Singirok menyebut tindakan para prajurit dari Resimen Pertama Kepulauan Royal Pasifik adalah barbar dan mereka tidak seharusnya melakukan tindakan tersebut. "(Itu) garansi proses pidana, termasuk pengadilan militer, buat tentara bengal yang memutuskan untuk bertindak apa yang pernah mereka lakukan," tegasnya.
Singirok berpendapat tindakan brutal tersebut tidak mencerminkan citra militer.
Dalam insiden pekan lalu, tentara dengan bersenjata mendobrak gerbang ke Rumah Sakit Umum Port Moresby dan menyerang orang.
Komisaris Polisi Simon Kauba mengatakan sedikitnya enam tembakan dilepaskan sementara mahasisa kedokteran menderita luka serius dan rumah sakit rusak parah.
Dia mengutuk peristiwa penyerangan terhadap masyarakat yang semestinya dilindungi seperti dalam sumpah mereka.
Serangan itu dilaporkan sebagai balasan dari dugaan penyerangan oleh mahasiswa kedokteran terhadap dua tentara dalam keributan saat menggunakan ATM di rumah sakit.
Serangan di Rumah Sakit Umum Port Moresby terjadi hanya beberapa jam sebelum Perdana Menteri Australia Kevin Rudd tiba di sana untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Papua Nugini Peter O'Neill.
Sementara di Port Moresby, Rudd mengumumkan rencana untuk mengirim 50 petugas Polisi Federal Australia ke Papua Nugini pada akhir tahun untuk membantu mengatasi hukum dan masalah ketertiban.