REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Swasembada daging dipastikan tidak akan tercapai pada 2014 jika pengelolaan dan kebijakan yang diambil pemerintah masih seperti saat ini. Kebijakan pemerintah dengan kuota impor daging sapi dirasakan kurang tepat, karena masih banyak pihak yang bisa 'bermain'.
Indonesia kemungkinan bisa swasembada jika kebijakan yang lakukan terkait kebijakan tarif sekaligus kuota impor, subsidi produksi dan perbaikan teknologi. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB, Prof Dr Ir Rina Oktaviani.
Program swasembada daging sapi dan kerbau pada 2014 adalah revisi program sebelumnya tahun 2005 dan percepatan swasembada daging sapi 2010. ''Di sebut swasembada jika bisa memenuhi pasokan dari domestik minimum 90 persen plus 10 persen impor,'' kata dia.
Yang terjadi saat ini, kata dia, adalah penurunan jumlah ternak sapi sebesar 19 persen. ''Dapat dipastikan swasembada daging sapi akan direvisi lagi,'' ujarnya. Ia menambahkan, sebenarnya Indonesia pernah swasembada daging pada tahun 1990 dengan produksi ternak domestik mencapai 99,32 persen, namun terjadi penurunan terus menerus pada produksi domestik hingga pasokan sapi lokal hanya 70 persen berdasarkan data tahun 2011.
Peternakan di Indonesia, 98 persen dikuasai peternak skala rumah tangga dengan jumlah kepemilikan ternak sebanyak 2-3 ekor sapi. Ditambah lagi, 85 persen ukuran sapi-sapi tersebut tergolong kurus dan medium berdasarkan hasil survei karkas 2012 yang dilakukan IPB. Hal ini ada kaitannya dengan perbaikan genetik sapi Indonesia dalam hal penggemukan.
Jika bibit sapinya jelek, diberi pakan sebanyak apapun hasilnya sapi tidak akan gemuk. ''Untuk menyukseskan program ini, kebijakan swasembada harus diubah,'' ucap Rina. Ia mengatakan perubahan sistem dapat meliputi kebijakan tarif dan kuota impor, subsidi produksi dan perbaikan teknologi.
Rina menawarkan solusi dengan beberapa metoda, yakni dengan mengombinasikan perbaikan teknologi dengan peningkatan dosis Inseminasi Buatan 25 persen, peningkatan impor sapi bibit 20 persen, penurunan suku bunga pinjaman 4 persen, penurunan impor sapi bakalan 25 persen dan penurunan impor daging sapi 35 persen.