REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo mengakui pembelian Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan proyek simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang itu membelinya pada 2010.
Djoko membeli sebidang tanah dan hak pengelolaan SPBU itu untuk istri ketiganya, Dipta Anindita. Namun pembeliannya sendiri menggunakan nama ayah Dipta, Djoko Waskito. Ia mempunyai alasan tersendiri menggunakan nama mertuanya.
"Saya tidak mau diketahui istri pertama (Suratmi), maka saya atasnamakan bapaknya (Dipta)," kata dia, saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (13/8).
Saat pembelian SPBU itu, Djoko mengenalkan ayah Dipta sebagai saudaranya. Untuk pengelolaan SPBU, menurut Djoko, dilakukan oleh Hari Ichlas dan Eddy Budi Susanto dari PT Kestrelindo Aviatikara. Setiap bulan, Djoko menerima keuntungan dari pengelolaan SPBU itu. Ia mengatakan, uang itu masuk ke rekening mertuanya.
"Biar tidak digunakan Dipta. Biar bisa menabung dan tidak dipakai," kata jenderal bintang dua itu.
Dalam Akta Jual Beli, sebidang tanah seluas 2.640 meter persegi dan hak pengelolaan SPBU di Jakarta Utara itu dibeli dengan harga Rp 5,349 miliar. Padahal, harga pembelian sebenarnya sebesar Rp 11,5 miliar. Mertua Djoko dalam persidangan mengaku hanya dipinjam nama oleh anaknya untuk membeli SPBU tersebut.
Dalam surat dakwaan, jaksa penuntut umum menduga Djoko menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaannya yang diduga hasil tindak pidana dengan membeli menggunakan nama orang lain.