REPUBLIKA.CO.ID, NARATHIWAT -- Seorang personel polisi meninggal dan sembilan lainnya terluka pada Selasa dalam serangan bom di Thailand selatan.
Bom di tepi jalan itu diledakkan oleh tersangka yang menyerang dengan sasaran polisi yang dipanggil ke lokasi untuk menggagalkan serangan ke kantor pejabat daerah di distrik Sungai Padi, Provinsi Narathiwat.
Seorang sersan polisi meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit setelah bom yang disembunyikan di dalam kotak besi dan diledakkan dengan memakai telepon genggam --meledak, kata petugas polisi kepada AFP.
Tiga petugas polisi lainnya masih dalam keadaan kritis, sementara seorang warga sipil juga terkena ledakan, petugas itu menambahkan.
Narathiwat adalah salah satu provinsi yang dikoyak kekerasan, yang mayoritas dihuni kaum Muslim Thailand dan sejak terjadi kekerasan pada 2004 telah terdapat 5.700 orang yang terbunuh.
Putaran perundingan di Malaysia antara pemerintah Thailand dan beberapa anggota kelompok gerilyawan, termasuk Barisan Revolusi Nasional (BRN) telah menaikkan harapan perdamaian.
Namun suatu gencatan senjata yang dimulai pada 10 Juli hingga 18 Agustus untuk menghormati bulan suci Islam, terguncang setelah beberapa hari dan pengamat lokal menyebutkan terdapat 29 korban meninggal selama Ramadan.
Para gerilyawan yang mengaku dari BRN pekan lalu mengeluarkan klip film di YouTube berupa ancaman untuk meninggalkan perundingan.
Pemerintah Thailand sebaliknya pada Selasa mengatakan bahwa perundingan akan tetap dilaksanakan.
"Perundingan dengan BRN harus dilanjutkan pada 18 Agustus dan kami akan menjalin kontak dengan BRN melalui Malaysia untuk menetapkan tanggal perundingan yang baru," Kepala Dewan keamanan Nasional Thailand dan ketua perundingan damai, Paradorn Pattanatabut kepada AFP.
"Kami akan mengangkat isu korban mati selama Ramadhan dan mencari tahu siapa pelaku di balik peristiwa tersebut," katanya.
Jumlah serangan selama Ramadhan serupa dengan kejadian tahun lalu, tetapi jumlah korban tahun lalu lebih sedikit.
Berbeda dengan laporan tersebut, ketua perundingan dari kelompok gerilyawan, Hassan Taib, tidak mundur dari perundingan.
Satu perundingan telah dimulai pada 28 Maret tetapi gagal karena hampir setiap hari terjadi kekerasan, sehingga menimbulkan pertanyaan memgenai pengaruh kelompok pemberontak terhadap peningkatan serangan kekerasan terhadap rakyat jelata.