REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Sewindu terakhir, Republik Islam Iran di bawah kepemimpinan Mahmud Ahmadinejad terkenal dengan retorika kebijakan luar negerinya yang agresif.
Pemerintahan baru di Teheran bertekad menghentikan gaya berdiplomasi membara ala mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad tersebut.Presiden Hassan Rouhanni mengatakan, Iran kedepan adalah negara yang lebih bersahabat.
''Kibijakan luar negeri tidak perlu lagi mengandalkan slogan-slogan (yang konfrontatif),'' kata dia, dalam siaran persnya di ISNA, Sabtu (17/8). Menurutnya, slogan konfrontatif pendahulunya, telah mengurung negeri itu dalam isolasi internasional.
Kebijakan diplomasi yang berapi-api, kata dia, tidak dibutuhkan untuk kestabilan negara dan di kawasan. Rouhanni mengatakan, kepemimpinannya adalah persahabatan.
Selama dua kali memimpin Negeri Syiah, Ahmadinejad gemar mengumbar konfrontasi dalam setiap kebijakan luar negeri. Kebijakan anti-Barat presiden dua periode tersebut, sempat menyeret Iran dalam kekisruhan domestik di kawasan. Terutama yang menyangkut soal nuklir.
Ahmadinejad juga ''disalahkan'' atas gaya berdiplomasi membara tersebut. Iran sampai dua kali terkurung dengan embargo ekonomi dan keuangan oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Meskipun tidak membenamkan negeri itu dalam kebangkrutan, namun Iran masih mengalami pendaharan ekonomi yang dalam.
''Salah satu pesan dari pemilih saya, adalah keinginan rakyat untuk mengubah gaya berdiplomasi,'' ujar Rouhanni. Presiden yang menang lewat pemilihan umum Juni lalu ini meminta agar Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif memperhatikan pesan kelompok mayoritas tersebut.