REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta segera menerbitkan peraturan terkait peredaran minuman beralkohol menyusul dicabutnya Keputusan Presiden Nomor 3/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol oleh Mahkamah Agung beberapa waktu lalu.
"Mencegah atau meminimalisasi kejahatan dan kematian akibat minuman keras itu jelas sangat penting. Untuk itu, pemerintah harus segera membuat regulasinya," kata Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Taslim Chaniago, Kamis (22/8).
Ia berpendapat, berbagai kasus pesta miras yang menelan korban tewas beberapa hari terakhir mesti dilihat sebagai masalah serius. Pemerintah seharusnya segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) untuk mengatasi kekosongan regulasi setelah dibatalkannya Keppres Nomor 3/1997 oleh MA. "Ini penting dalam rangka pencegahan sampai adanya undang-undang baru," katanya.
Taslim menjelaskan, RUU Antiminuman Beralkohol saat ini masih dalam pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Ia pun berharap, RUU tersebut dapat selesai disinkronisasikan dalam masa sidang ini. "Draf mentahnya sudah ada, tinggal dirampungkan menjadi draf," tuturnya.
Mendagri Gamawan Fauzi berpendapat, pemerintah belum perlu mengeluarkan PP dan menunggu disahkannya RUU Antiminuman Beralkohol. Ia lebih sepakat jika pemerintah provinsi dan kabupaten kota segera menerbitkan peraturan daerah (perda) miras untuk mengisi kekosongan payung hukum soal miras ini.
"Kami berharap ada inisiatif dari daerah untuk melahirkan perda miras. Jika nanti RUU-nya sudah disahkan, pemda tinggal menyesuaikan saja," ujarnya, Kamis (22/8).
Beberapa waktu terakhir, berbagai kasus kosumsi minuman keras yang berujung pada kematian para pelakunya marak terjadi di sejumlah daerah. Di Kemayoran Jakarta Pusat, jumlah korban tewas akibat menenggak miras oplosan terhitung mencapai 13 orang hingga Kamis (22/8).