REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ahli Hukum Tata Negara Laica Marzuki mengatakan pajak yang bersifat memaksa untuk keperluan negara telah diatur Undang-undang. Hanya saja pengenaannya tidak boleh menimbulkan kezaliman.
Pendapat itu ditegaskan Laica Marzuki saat memberi keterangan sebagai ahli dalam pengujian UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.
"Jika negara salah menempatkan pajak, maka tidak lain sama dengan perompak. Karena pajak tidak boleh menganiaya, pajak tidak boleh menimbulkan kezaliman," kata mantan hakim konstitusi ini.
Menurut dia, dengan diberlakukannya UU PDRN telah membuat para warga perokok dikenakan pajak ganda yang telah dilarang oleh hukum dan konstitusi. "Pengenaan cukai rokok dan pajak rokok secara serempak merupakan pungutan yang tidak adil," tegasnya.
Dia mengungkapkan bahwa para perokok berhak atas perlakuan, jaminan, dan kepastian hukum, akan tetapi, UU PDRD ternyata mengenakan pula pajak rokok bagi pemakai konsumen sigaret, setelah sebelumnya dikenakan cukai rokok yang telah diatur dalam UU nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai.
Laica mengatakan bahwa kontitusi tidak melarang para warganya merokok. "Merokok adalah hak konstitusional para warga, sama halnya dengan para warga yang tidak merokok dalam menghirup udara," jelasnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, pengujian UU PDRD ini dimohonkan oleh lima pemerhati HAM, yakni Mulyana Wirakusumah (anggota Tim Penyusun RUU HAM), Hendardi (PHBI), Aizzudin (Dewan Pimpinan Kerukunan Tani Indonesia), Neta S Pane (IPW), dan Bambang Isti Nugroho (Pembela Kaum Miskin).
Mereka menguji Pasal 1 angka 19, Pasal 2 ayat 1 huruf e, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat 1 huruf c, dan Pasal 181 dalam UU PDRD yang dinilai telah bertentangan dengan konstitusional, yakni Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
Kuasa Hukum Pemohon Robikin Emhas mengatakan UU No 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai, juga telah menetapkan cukai rokok sebagai jenis pajak tidak langsung yang dipungut negara atas produk rokok.
Dengan kembali dikenakan terhadap pungutan rokok dalam UU PDRB telah membuat perokok merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena ketentuan pajak ganda, yakni pajak dan cukai atas rokok.