Senin 09 Sep 2013 12:25 WIB

Produsen Tahu Tempe Bergantung Kedelai Impor

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Djibril Muhammad
 Pekerja mengerjakan pembuatan tahu berbahan kedelai impor di Duren Tiga, Jakarta, Kamis (22/8). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Pekerja mengerjakan pembuatan tahu berbahan kedelai impor di Duren Tiga, Jakarta, Kamis (22/8). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Produsen tahu tempe di Kabupaten Boyolali hingga kini masih bergantung bahan baku kedelai impor.

Masalahnya, hasil produksi kedelai lokal belum bisa mencukupi kebutuhan bahan baku untuk industri rumahan pembuat lauk yang selama ini dianggap enak, murah dan bergizi tinggi ini.

Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (Dispertanbunhut) Kabupaten Boyolali, Bambang Purwadi, menagkui hal ini. "Produk kedelai lokal di sini masih relatif kecil," katanya, Senin (9/9).

Berdasar data, Kabupaten Boyolali hanya mampu menghasilkan komuditas kedelai 2.460 ton pada 2011 dan 4.286 ton pada 2012.

Berdasar estimasi Dispertanbunhut, jumlah itu belum mampu memenuhi kebutuhan industri pembuatan tahu dan tempe di sini.

Dijelaskan Bambang Purwadi, rendahnya produksi kedelai lokal itu, salah satunya karena rendahnya minat petani untuk menanam kedelai.

Ini disebabkan, karena faktor biaya budi daya kedelai yang tidak sebanding dengan hasil. Di sisi lain, harga jual kedelai juga cenderung tidak stabil. Dan, masih lebih rendah dibandingkan produk pertanian lain. Seperti, padi dan tembakau.

"Biasanya, harga kedelai murah. Semula hanya sekitar Rp6.000 per kilogram (kg). Dan, jarang sampai menyentuh harga Rp9 ribu per kilogram, sepertiyang terjadi sekarang ini. Berbeda dengan dengan padi harganya terus stabil dari Rp8 ribu hingga Rp9 ribu per kg," bebernya.

Selain itu, Bambang Purwadi menjelaskan, proses panen kedelai cukup lama. Mulai dari menjemur dan merontok kedelai dengan biaya yang relatif besar. Sehingga hanya sebagian kecil petani yang tertarik menanam komuditas.

Rata-rata hanya ditanam daerah tadah hujan yang menanam komuditas kedelai. Seperti, di Kecamatan Kemusu, Juwangi, Simo, Karanggede, dan Nogosari.

Sementara, petani di kabupaten Boyolali Selatan, seperti, Ngemplak, Sawit, dan Banyudono, enggan menanam kedelai. Mereka lebih suka  menanam padi.

Meski demikian, Dipertanbunhut terus mengupayakan peningkatan komoditas kedelai. Caranya, memberi subsidi harga benih kedelai dari pemerintah. "Harga benih kedelai di pasaran sekitar Rp13.000/kg, dijual dengan Rp7 ribu/ kg," katanya.

Untuk mensikapi harga kedelai di pasaran yang belakangan ini cenderung naik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Boyolali mengintensifkan pemantauan harga.

Sasarannya untuk semua bahan kebutuhan pokok, termasuk kedelai. Pantauan dilakukan sepekan dua kali di pasar tradisional.

Namun menyikapi kenaikan harga itu, pihaknya mengatakan saat ini belum melakukan operasi pasar. Operasi pasar akan dilakukan bila harga dua bulan harga komuditas tersebut berturut-turut terus naik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement