REPUBLIKA.CO.ID, KEBAYORAN LAMA -- Pengrajin tempe mulai hari ini, Kamis (12/9), sudah memasarkan hasil produksinya kembali. Mereka mogok produksi tiga hari menyusul surat edaran yang dikeluarkan oleh Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (GAKOPTINDO).
Subadi (50 tahun), salah satu pengrajin tempe mengatakan, ia tidak produksi mulai hari Sabtu (7/9) hingga Senin (9/9). Selasa (10/9) ia mulai berproduksi kembali. Ia menjelaskan, hasil produksinya hari Selasa untuk dipasarkan hari Kamis (12/9). Selama Senin hingga Rabu kemarin ia mengikuti aksi solidaritas untuk tidak produksi maupun berjualan tempe dan tahu sebagai bentuk protes akibat dari harga kedelai yang melambung.
“Saya sudah jual mulai tadi pagi ke pelanggan,” katanya saat ditemui Republika di rumahnya, Kelurahan Kebayoran Lama Utara RT16 RW09 Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Kamis (12/9).
Subadi menambahkan mahalnya harga kedelai membuat ongkos produksi yang ia keluarkan semakin besar. Kedelai yang dibelinya satu kilo mencapai 9.600 rupiah. Dalam satu kali produksi, ia mengatakan menghabiskan sampai 130 kilogram kedelai.
Saat ditemui di rumah produksinya, Subadi dan istrinya sedang memberi ragi kedelai yang telah diolah dan siap untuk dibuat tempe. Tak ada pilihan lain selain terus berproduksi baginya. Ia mengatakan selama tidak merugi dirinya akan terus memproduksi tempe. “Saya sejak tahun 1992 begini ini (membuat tempe),” terangnya dengan terus mengolah kedelai.
Sementara itu, Sutri (42 tahun), warga Cipulir mengaku sudah bisa mendapatkan tempe di pasar hari ini (Kamis 12/9). Ia mengaku sudah melihat banyak tahu dan tempe di pasaran. Sutri menambahkan, tidak adanya tahu dan tempe selama tiga hari membuatnya bingung untuk menentukan menu makan di rumahnya. “Pokoknya tahu dan tempe itu biasanya selalu ada, meski sudah ada lauk yang lain,” katanya.