REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- KPU Kabupaten Cirebon menetapkan pemilihan bupati dan wakil bupati Cirebon dilaksanakan dua putaran. Pasalnya, tidak ada satupun dari enam pasangan yang mendapatkan 30 persen suara sah.
Hal itu diketahui berdasarkan rapat pleno KPU yang mengagendakan penghitungan suara oleh KPU, Sabtu (12/10). Kegiatan itu dilaksanakan di Asrama Haji Watubelah, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Dalam rapat itu, pasangan nomor urut dua, Sunjaya Purwadi-Tasiya Soemadi Al Gotas, memperoleh suara terbanyak. Pasangan yang diusung PDI Perjuangan itu memperoleh 239.040 suara atau sebanyak 27,89 persen. Posisi kedua ditempati pasangan nomor urut enam, Raden Sri Heviyana Supardi-Rakhmat sebanyak 173.519 suara atau sebanyak 20,24 persen.
Posisi ketiga ditempati pasangan nomor urut tiga, Luthfi-Ratu Raja Arimbi sebanyak 158.168 suara atau 18,45 persen. Disusul pasangan nomor urut empat, Nurul Qomar-Subhan yang memperoleh 123.003 atau sebanyak 14,35 persen suara.
Sementara pasangan nomor urut lima, Ason Sukasa-Kusnandar menempati posisi kelima dengan perolehan 82.719 suara atau 9,65 persen. Terakhir, ditempati pasangan dari jalur independen, yakni Insyaf Supriyadi-Darusa yang memperoleh sebanyak 80.769 atau 9,42 persen suara.
"Hasil perhitungan suara hari ini sah, kami pun mempertanggungjawabkannya secara yuridis," tegas Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Iding Wahidin.
Sekretaris KPU Kabupaten Cirebon, Sonson M Ichsan, menjelaskan, berdasarkan pasal 107 ayat 4 UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, pilkada Kabupaten Cirebon harus dilakukan dua putaran. Sebab, belum ada pasangan yang memperoleh 30 persen suara.
"Pilkada putaran kedua itu diikuti oleh pemenang pertama dan kedua," tegas Sonson. Artinya, pilkada putaran kedua akan diikuti oleh pasangan Sunjaya Purwadi-Tasiya Soemadi dan Raden Sri Heviyana Supardi-Rakhmat.
Rapat pleno penghitungan suara sempat diwarnai aksi protes dari enam saksi pasangan calon. Soalnya, ada berita acara penghitungan suara dari sembilan kecamatan yang tidak bersegel dan tidak beramplop. Karenanya, mereka menuntut pencoblosan ulang di sembilan kecamatan tersebut.
Namun, proses penghitungan suara tetap dilanjutkan. Hal itu dilakukan dengan mencocokkan penghitungan panitia pemilih kecamatan dengan panwaslu tingkat kecamatan.