Selasa 05 Nov 2013 22:20 WIB

Vonis Fathanah Dinilai Belum Maksimal

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: A.Syalaby Ichsan
Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian Ahmad Fathanah menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (16/8).
Foto: Antara
Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian Ahmad Fathanah menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vonis majelis hakim terhadap terdakwa perkara korupsi dan pencucian uang sapi impor, Ahmad Fathanah, dinilai masih rendah. Vonis terhadap kolega Luthfi Hasan Ishaaq ini dinilai bisa bertambah.  

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, majelis hakim memutus vonis untuk terdakwa Ahmad Fathanah dengan hukuman pidana selama 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar.

Hakim juga menyita barang bukti nomor 224 yaitu tanah beserta bangunan dengan alamat Permata Depok dan seterusnya sampai pada nomor 237 satu unit handphone dirampas untuk negara termasuk tanah beserta bangunan milik Fathanah yang beralamat di Perumahan Pesona Khayangan Blok B No 5 Sukamajaya, Depok serta 1 unit mobil Mercedes Benz dan 1 unit Toyota Land Cruiser yang berasal dari pencucian uang.

Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Ganarsih mengatakan, perampasan sejumlah aset milik Fathanah ini dapat menjadi contoh penegakan hukum untuk pelaku pencucian uang. "Untuk perampasan aset ini saya mendukung sebagai pembelajaran untuk para pelaku pencucian uang," kata Yenti yang dihubungi Republika, Selasa (5/11).

Yenti menjelaskan perampasan aset milik Fathanah sudah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Hal ini menjadi penegakan hukum positif dalam menerapkan Undang Undang tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Namun begitu, ia memberi catatan terkait tidak terbuktinya pasal 5 UU TPPU untuk Fathanah. Seperti diketahui, Fathanah didakwa dan dituntut dua pasal UU TPPU yaitu pasal 3 dan pasal 5. Namun dalam vonis, hakim hanya memutuskan pasal 3 yang terbukti dilakukan Fathanah.

Menurutnya, jika hakim dapat menjerat pasal 5, KPK dapat mengembangkan kasusnya menjadi lebih besar lagi. Ia mempertanyakan alasan hakim yang tidak dapat membuktikan pasal 5 UU TPPU kepada Fathanah.

Pasalnya dalam persidangan telah diungkap adanya penerimaan uang dari Yudi Setiawan kepada Fathanah. Adanya pemberian uang tersebut perlu dipertanyakan motifnya karena hal ini dapat mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dan dapat dikembangkan KPK.

"Kan tidak logis kalau hakim tidak dapat membuktikan pasal 5 itu, faktanya kan Fathanah menerima dari Yudi namun tidak dijelaskan sumber uang ini apakah dari hasil korupsi atau bukan," jelas Yenti.

Maka itu, jika KPK ingin mengajukan banding terhadap putusan tersebut, lanjutnya, dapat dengan mengikutsertakan pembuktian pasal 5 UU TPPU ini. Apalagi kalau KPK memiliki bukti uang Yudi Setiawan yang diberikan kepada Fathanah merupakan hasil dari tindak pidana korupsi.

"Memang kalau dari jumlah vonisnya memang telah lebih dar 2/3 tuntutan, tapi dengan pembuktian pasal 5 UU TPPU ini padahal vonis untuk Fathanah bisa lebih besar lagi," tegas Yenti.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement