REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uji materil kolom agama yang ingin diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak boleh dihalangi. Sebab, MK menjadi wadah bagi warga negara yang haknya dilanggar undang-undang.
“Tinggal bagaimana Pemerintah dan DPR yang harus menyiapkan argumen untuk menghadapi gugatan tersebut,” kata Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra.
Yusril menjelaskan, bila mengacu pada sejarah dan kultur masyarakat Indonesia, kepercayaan sudah menjadi bagian dari mereka. Makanya, ia menolak bila kolom agama dihilangkan dari identitas e-KTP.
Menurutnya, untuk meghilangkan kolom agama, alasannya tidak boleh berdasarkan perbandingan kebijakan di negara lain. Sebab, yang dianut masyarakat secara turun temurun tentunya berbeda dengan mereka.
“Jangan disama-samakan budaya di Indonesia dengan negara lain. Kalau mereka KTP-nya tidak mencantumkan agama, bukan berarti Indonesia harus mengikuti arahan itu,” kata Yusril.
Kemudian, Yusril menambahkan, mengenai pengosongan kolom agama terhadap pengkhayat kepercayaan diniai bukan masalah yang perlu dipersoalkan. Sebab, para penganut aliran itu tentunya memeluk satu agama, hanya dianggap menganut tradisi.
“Coba saja tanyakan ke sekelompok pengkhayat, apakah mereka tidak memeluk agama, pasti akan marah,” ujar dia.
Berbicara terpisah, Wakil Ketua MK, Arief Hidayat mengatakan, pihaknya tidak bisa mengomentari bila ada orang yang ingin mengajukan uji materiil ke MK soal kolom agama. Apakah lebih baik dibenahi di DPR atau langsung ke MK, kata dia, bukan wewenangnya untuk menjawab. "Itu bagian dari kode etik kami. Saya tidak bisa kasih komentar,” kata Arief.