REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap tersangka pengembangan kasus suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur. Atut ditahan karena dikhawatirkan bisa melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
"Alasan subjektif ada beberapa hal, dikhawatirkan tersangka bisa mempengaruhi saksi-saksi, tersangka juga dikhawatirkan bisa menghilangkan barang bukti dan tersangka juga bisa melarikan diri," kata juru bicara KPK, Johan Budi SP dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/12).
Johan memaparkan KPK melakukan upaya penahanan usai pemeriksaan yang berjalan sekitar tujuh jam terhadap Atut di Rutan Pondok Bambu untuk 20 hari pertama. Pelaksanaan upaya penahanan ini, lanjutnya karena ada alasan subjektif dan objektif yang merupakan kewenangan dari penyidik.
Sedangkan alasan objektif dilakukan penahanan, karena Atut disangkakan dengan pasal yang ancaman hukumannya di atas lima tahun. Atut disangkakan dengan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal selama 15 tahun penjara.
Saat ditanya apakah berkas perkara Atut sudah di atas 50 persen seperti alasan yang dikatakan Ketua KPK Abraham Samad, Johan mengakuinya. Ia menilai hal itu bisa saja menjadi alasan tambahan bagi penyidik untuk melakukan penahanan terhadap Atut.
"Alasan penahanan itu subjektif dan objektif dari penyidik. Bahwa kemudian ada alasan lain berkas perkara di atas 50 persen, bisa saja sebagai alasan tambahan," jelas Johan.