REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor terpilih Bima Arya berpendapat tidak setuju dengan adanya wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD yang menurutnya sebagai suatu kemunduran dalam demokrasi.
"Saya tidak setuju kalau Pilkada langsung dikembalikan lagi ke DPRD, ini kemunduran demokrasi namanya," ujar Bima dalam diskusi di acara pembubaran anggota Panwaslu Kota Bogor, Rabu (8/1). Menurut Bima, Pilkada dikembalikan ke DPRD bukan pilihan yang tepat, karena alasan-alasanya mudah dipatahkan.
Ia mengatakan, besarnya biaya Pilkada langsung bukan menjadi alasan. Karena penggunaan biaya tergantung pada banyak hal. "Kalau kampanye cerdas dan kerja keras bisa jauh lebih murah biayanya," ujar Bima. Dia mengatakan, biaya Pilkada bisa ditekan sehemat mungkin. Seperti Pilkada kota dan kabupaten atau pemilihan gubernur dilangsungkan berbarengan atau digabung.
"Jangan dikira ketika Pilkada dialihkan ke DPRD tidak ada politik uang, justru akan digetok lebih besar," ungkapnya. Bima menyebutkan, yang harus dihaga dan dikawal dalam pelaksanaan kegiatan Pilkada adalah bagaimana warga terlibat dalam proses demokrasi yang baik dan benar.
Politisi PAN tersebut mengatakan, berdasarkan pengalamannya ke peloksok Kota Bogor terlihat keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi. Dikatakannya, blusukan bukan hanya bertujuan untuk mempopulerkan diri. Tapi, untuk berinteraksi dengan masyarakat, sehingga bisa memahami dan mengetahui harapan dan keinginan masyarakat bawah.
"Ketika Pilkada secara langsung, interaksi antara calon dengan rakyat luar biasa. Setiap hari kita berjalan dari subuh sampai tengah malam berinteraksi dengan rakyat, itu sangat luar biasa," ujarnya.
Menjawab persoalan tersebut, lanjut Bima, ia berencana akan membuat buku dan film tentang Pilkada Kota Bogor. Menurutnya, pelaksanaan Pilkada di Kota Bogor telah berjalan dengan lancar dan berakhir "khusnul khotimah" akan ditampilkan dalam buku tersebut. "Sudah ada produser film yang siap membuat film tentang Pilkada Kota Bogor."