REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai telah mencederai prinsip peradilan karena menunda pembacaan putusan UU Pilpres. Sebab, lembaga tersebut diberi mandat menguji undang-undang (UU) yang tidak sesuai dengan konstitusi, bukan sengketa pemilukada.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki mengatakan, seharusnya judicial review terhadap UU No.42 Tahun 2008 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden menjadi prioritas. Namun sebaliknya, saat menjabat sebagai Ketua MK, Akil Mochtar justru fokus pada perkara lain.
“Mandat MK itu kan menguji soal UU yang tidak sesuai konstitusi, bukannya sengketa pemilukada. Itu bukan priotas mereka,” kata Marzuki saat dihubungi Republika, Sabtu (25/1).
Dia menambahkan, meskipun sengketa pemilukada dianggap menumpuk dan harus diselesaikan segera, namun ada prinsip universal dalam peradilan. Di belahan dunia manapun, semua hakim harus mematuhi hal tersebut yakni, pengadilan harus cepat mengambil keputusan.
Alasannya, permohonan atau gugatan diajukan karena pihak bersengketa dan yang merasa dirugikan, ingin ada kepastian hukum. Dengan adanya penundaan pembacaan putusan UU Pilpres, maka MK dianggap telah mencederai prinsip peradilan tersebut.
“Apapun pembelaan mereka atas penundaan itu, tetap tidak bisa menjadi alasan. Kepastian hukum itu harus disegerakan dan ditetapkan” ujar dia.
Apalagi, bila terbukti kalau hakim MK sengeja melakukan penundaan lantaran tekanan dari sejumlah partai politik. Dia mengatakan, hakim tidak boleh terpengruh, terlebih sampai bisa ditekan oleh berbagai kepentingan. Kalau benar faktanya seperti itu, kata Marzuki, akan ada malapetaka bagi MK.