Rabu 29 Jan 2014 14:30 WIB

Dokter Gugat Undang-Undang Kedokteran

Sejumlah dokter melakukan aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (27/11).  (Republika/Tahta Aidilla)
Sejumlah dokter melakukan aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (27/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Indonesia Bersatu (DIB) mendaftarkan permohonan pengujian UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ke Mahkamah Konstitusi.

DIB yang diwakili oleh dr Eva Sridiana Sp P, dr Agung Sapta Adi Sp An, dr Yadi Permana Sp B Onk, dan dr Irwan Kreshnamurti Sp OG menguji Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran, yakni ketentuan melaporkan dokter ke pihak yang berwenang karena adanya dugaan tindak pidana.

"Tujuan pengujian UU ini adalah untuk memberikan kepastian hukum pada profesi dokter dalam memberikan layanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat," kata salah satu pemohon, dr Yadi Permana Sp B Onk, saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (28/1).

Menurut Yadi Permana, Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran memiliki interprestasi luas tentang tindakan yang digolongkan sebagai tindak pidana, sehingga ketentuan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan ancaman ketakutan dokter dalam memberikan pelayanan medis kepada masyarakat.

"Seharusnya tindakan kedokteran yang dapat dibawa ke ranah hukum pidana dibatasi dalam dua kondisi, yakni tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan (dolus/opzet) dan tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian nyata/berat (culpa lata)," katanya.

Yadi mencontohkan tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan adalah melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan UU.

Sedangkan tindakan kelalaian dokter, misalnya tertinggalnya peralatan medis dalam tubuh pasien, operasi yang seharusnya pada kaki kanan keliru pada kaki kiri dan seterusnya.Selain kedua tindakan tersebut, lanjutnya, tidak tepat dan tidak dapat dijadikan obyek tindak pidana.

Untuk itu, pemohon meminta Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran harus dibaca: "Pengaduan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang sebatas hanya berlaku terhadap tindakan kedokteran dalam dua kondisi saja, yaitu tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan (dolus/opzet) atas akibat yang diancamkan pidana atau tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian nyata/berat (cupta lata) dan telah dinyatakan terbukti demikian terlebih dahulu dalam sidang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)".

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement