REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU-- Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut mantan Gubernur Riau Rusli Zainal dengan hukuman 17 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi kehutanan dan suap PON XVIII. "Penjara selama 17 tahun dipotong masa tahanan dan denda Rp1 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Riyono di Sidang Penuntutan di Pengadilan Tipikor, Pekanbaru, Kamis.
Riyono mengatakan Rusli dikenakan hukuman Subsider enam bulan penjara apabila tidak mampu membayar denda dan meminta agar tetap dalam tahanan. "Kami meminta agar Majelis Hakim juga melakukan pencabutan hak-hak tertentu (terdakwa) untuk memilih dan dipilih lagi sebagai pejabat publik," katanya.
Dalam sidang itu lima orang Jaksa Penuntut Umum KPK secara bergiliran membacakan berkas dakwaan setebal 1200 lembar. Riyono mengatakan Rusli melakukan rangkaian perbuatan terdakwa melawan hukum secara sadar dan sengaja dalam melakukan perbuatan baik dalam kasus korupsi kehutanan maupun suap dalam PON Riau.
Jaksa menyatakan terdakwa dalam kasus kehutanan bisa dibuktikan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 20/2001 jo. pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Untuk perkara pemberian dan penerimaan suap terdakwa pada penyelenggaraan PON Riau, Rusli dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 UU Nomor 20/2001 jo. pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa Penuntut Umum KPK, Andi Suharlis, mengatakan tuntutan 17 tahun penjara sudah layak sehingga tak perlu mengambil tuntutan tertinggi selama 20 tahun penjara sesuai pasal yang disangkakan kepada terdakwa. "Kita juga mempertimbangkan hal yang meringankan dari terdakwa, sehingga tak mengambil tuntutan maksimum 20 tahun," kata Andi Suharlis setelah sidang.
Rusli yang hadir mengenakan baju lengan panjang warna putih menilai tuntutan terhadapnya terlalu tinggi. "Saya kan tidak merugikan negara," kata Rusli. Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Eva Nora jug menilai tuntutan Jaksa KPK terlalu tinggi dan tak sesuai dengan fakta persidangan. "Biarlah nanti semua kita jabarkan dalam pembelaan," katanya.
Ketua Majelis Hakim Bachtiar Sitompul mengatakan sidang ditunda hingga tanggal 27 Februari dengan agenda penyampaian pembelaan dari terdakwa. Jaksa KPK dalam berkas tuntutan melampirkan fakta sidang, yakni kesaksian auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nasrul Wathon di persidangan yang mengatakan Rusli Zainal diduga telah merugikan negara sebesar Rp265,912 miliar terkait pengesahan bagan kerja izin kehutanan bagi sembilan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Riau.
Delapan perusahaan terkait perkara Rusli Zainal berada di Kabupaten Pelalawan antara lain PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, PT Selaras Abadi Utama, CV Bhakti Praja Mulia, PT Rimba Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung, dan CV Putri Lindung Bulan. Sedangkan satu perusahaan lagi di Kabupaten Siak, yaitu PT Seraya Sumber Lestari.
Dalam kasus PON Riau, Jaksa menyatakan sejumlah fakta dalam persidangan menunjukkan keterliatan Rusli dalam pengaturan 'uang lelah' atau suap untuk anggota DPRD Riau dalam revisi Perda No. 6/2010 dan Perda No. 5/2008. Keterangan saksi mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Lukman Abbas memperkuat dugaan itu, bahwa Rusli menerima pemberian uang Rp500 juta dari kontraktor proyek PON, serta memerintahkan pemberian uang sekitar Rp900 juta untuk anggota DPRD Provinsi Riau dan sekitar 1,05 juta dolar AS atau Rp10 miliar kepada anggota DPR RI untuk mempermulus permohonan anggaran proyek PON Riau dari APBN dan APBD Riau.