REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan DPR RI meminta proses pembangunan Taman Ria Senayan menjadi kawasan komersial dihentikan. Pasalnya, lahan tersebut merupakan aset Sekretariat Negara (Setneg) yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik.
Pernyataan ini disampaikan menyusul keluarnya putusan hukum yang memenangkan gugatan pengembang terhadap Pemprov DKI Jakarta dalam izin pembangunan kawasan komersil. “Jangan sampai dengan keluarnya putusan hukum, mereka langsung membangun kawasan komersil," kata anggota Panja Monitoring Pengelolaan Aset Negara Komisi II DPR, Gamari, kepada Republika, Ahad (23/2).
Pasalnya, kata Gamari, saat ini proses audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) masih berlangsung. Audit ini merupakan atas permintaan DPR. Namun sayangnya, hingga kini belum juga keluar hasil audit investigatif tersebut.
Gamari mengatakan, kalangan DPR sejak awal mempertanyakan kenapa aset negara bisa dijadikan kawasan komersial seperti mall. Kondisi ini merupakan keganjilan tersendiri dalam pengelolaan kawasan GBK. Seharusnya lahan negara tersebut dijadikan tempat untuk kepentingan masyarakat umum seperti ruang terbuka hijau.
Diterangkan Gamari, dengan terbitnya putusan hukum tersebut maka diperlukan upaya peninjauan kembali. Selain itu bila tetap harus dilaksanakan putusan hukum itu, maka desain pembangunan kawasan tersebut harus dirombak. Rancanganya harus disesuaikan dengan desain baru yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain Taman Ria, lanjut Gamari, sejatinya ada masalah aset negara yang belum juga tuntas seperti Hotel Sultan. Namun hingga kini belum ada langkah tegas untuk menyelesaikannya dari pemerintah.
"DPR belum ada rencana memanggil pengelola GBK," imbuh Gamari. Pasalnya, kata dia kalangan DPR sudah dipadatkan dengan agenda lainnya.
Terlebih, masa reses anggota DPR RI sudah makin dekat yakni mulai 6 Maret mendatang. Meskipun demikian DPR tetap akan mengawasi jalannya perkembangan masalah Taman Ria Senayan.